Halaman

Rabu, 16 Oktober 2013

God’s Quiz Musim 1 Episode 3



Ternyata untuk membuat rekap dari satu episode memakan waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari. Mungkin inilah proses. Mudah-mudahan kemampuan menulis yang telah lama terbengkalai dapat terasah kembali. Setidaknya, selain menjerumuskan diri ke dunia drama korea dan mencicipi secuil ilmu kedokteran, saya bisa berlatih untuk memilah dan menyusun struktur berpikir.
Dari dua episode lalu, telah jelas formula apa yang dipakai oleh penulis skenario dalam meramu cerita. Penyelidikan yang dilakukan terhadap suatu tindak kejahatan tidak hanya dilakukan menggunakan pendekatan kriminologi dan forensik, tetapi juga investigasi medis, di mana praktisi medis yang terlibat turut serta dalam memecahkan petunjuk demi petunjuk yang ditemukan di lapangan. Ramuan ini sebenarnya ditemukan juga dalam Sign (Korea) dan Voice (Jepang). Bedanya, God’z Quiz memasukkan bumbu yang berbeda, yaitu penyakit genetik langka.
Mari kita langsung menuju episode 3.

Episode 3: Assassin

Seorang laki-laki bertampang sangar bak gangster berjalan di parkiran bawah tanah yang sepi dengan sebentar-bentar melihat ke sekitarnya, seolah-olah ia merasa dibuntuti. Tiba-tiba seseorang berpakaian serba hitam menyergap dan menghujani tubuhnya tusukan demi tusukan. Mungkin karena kaget, ia tak sempat melakukan perlawanan, biarpun secara fisik si preman berbadan lebih besar dari penyerangnya. Setelah pria sangar itu tergolek tak bergerak, si penyerang buru-buru pergi sembari menelepon entah siapa.
Sementara itu, di kantor forensik, Han Jin-u tengah berlatih menembak dengan pistol airsoft bersama rekannya. Seperti biasa, ia membanggakan kemampuan dirinya dan meledek temannya itu. Ia juga memprovokasi detektif Kang untuk menunjukkan kemampuan menembaknya, tetapi detektif Kang berusaha menahan diri untuk tidak meladeni provokasi itu. Saya tidak tahu apa signifikansi dari adegan ini, karena segera setting berpindah ke pemaparan kasus yang korbannya tidak lain adalah pria sangar di awal cerita. Pria tersebut berprofesi sebagai rentenir.
Dari laporan otopsi pertama disimpulkan bahwa penyebab kematian korban adalah kerusakan organ akibat benda tajam. Pada kuku korban ditemukan sedikit cuilan daging kulit. Bukti forensik seperti ini biasanya ditemukan pada korban jika sempat ada perlawanan dari korban. Saat korban mencengkeram pelaku dengan kuat, serpihan kulit pelaku terbawa oleh kuku korban. (Omong-omong, di bagian awal tadi rasanya tidak ada adegan korban melawan si pelaku) Biasanya lapisan epidermis di bagian atas saja yang terbawa. Tetapi, pada kasus ini, kulit terkelupas hingga lapisan yang dalam. Hanya saja, terdapat ketidaknormalan struktur pada jaringan subkutan dari cuilan kulit tersebut. Mayat korban dikirimkan ke tim ini karena struktur cuilan kulit tersebut tidak biasa.
Bagian cerita kali ini membuat saya berpikir keras. Ilustrasi yang disajikan tidak membantu dalam memahami ketidaknormalan apa yang terdapat pada serpihan kulit itu. Yah, tim dokter andalan kita itu pun tampaknya tidak punya ide tentang hal itu. Percakapan mereka beralih dari pembahasan serius ke dialog pengisi yang intinya, Jin-u selalu bisa menimpali perkataan dr. Choi sehingga membuatnya kesal serta kehabisan kata-kata. Lagi-lagi, saya belum bisa melihat keterkaitan adegan ini dengan kasus yang tengah ditangani. Ditambah lagi sejenak berikutnya dr. Choi mengeluhkan papan ketik telepon genggam yang terlalu kecil untuk jarinya sehingga membuatnya kesulitan mengetik sms dengan cepat. Jin-u menyarankan penjelasan yang lain untuk kesulitan dr. Choi: bukankah hal itu disebabkan semakin tua seseorang, koordinasi otak dan alat geraknya menjadi lebih lambat? *plak* Cukup dengan adegan pengisinya.
Di bagian lain cerita, dalam bilik yang berantakan si penyerang menyuntikkan entah cairan apa ke dalam tubuhnya. Dengan tampak kesakitan, ia juga berusaha menelan sejumlah obat. Kekesalan yang dirasakannya ia lampiaskan dengan melempar cermin di dinding seberang. Lalu ia menerima telepon dan secara misterius menemui seseorang untuk menerima dua amplop.
Detektif Kang mendatangi kantor forensik untuk menunjukkan beberapa foto pembunuhan mafia yang ia duga dilakukan oleh orang yang sama. Foto korban tadi ada di antaranya. Dari analisis wajah yang terekam oleh kamera CCTV diperkirakan pelaku berumur awal 50-an. Motivasi pelaku diduga adalah balas dendam. Sebab, pelaku tidak mengambil uang korban.
Agar dirinya tak bernasib seperti korban-korban itu, Jin-u terpantik untuk belajar teknik-teknik  mempertahankan diri. Tetapi, mungkin alasan sebenarnya mungkin hanyalah karena ia senang mencoba sesuatu yang baru. Ia mempraktekkan apa yang dibacanya dari buku, yang ternyata cukup efektif, setidaknya mempersulit orang yang hendak menikamkan pisau. Sayangnya ia jadi semakin terlihat seperti anak-anak yang sedang asyik bermain tanpa mempedulikan hal lain. Inilah satu sisi kekanak-kanakan Jin-u.
Untuk menepis rasa malunya, Jin-u mengungsi ke ruangan di mana satu rekannya tengah mengamati sampel jaringan kulit dari kuku korban. Si rekan merasa ada yang aneh setelah melihatnya di mikroskop. Kuku korban melukai pelaku cukup dalam, tetapi serpihan kulit yang terbawa tidak memiliki jaringan subkutan. Oh, jadi ini keanehan struktur yang dimaksud oleh dr. Choi di pemeriksaan awal. Ia berkomentar bahwa itu sih bukan serpihan kulit, tetapi robekan. Kulit terbawa hingga bagian yang dalam. Tetapi, yang membuat mereka bingung adalah, hanya ada lapisan atas. Lapisan bawah (jaringan subkutan) tidak ditemukan.
Jin-u juga turut melihat ke dalam mikroskop, dan saat itu ia merasa perlu untuk berpikir lebih dalam lagi. Okay, saya pernah mengamati irisan jaringan kulit dengan mikroskop, tetapi sama sekali tidak mirip dengan apa yang diilustrasikan di sini. Kulit kita tersusun atas beragam sel, serta disokong oleh jaringan-jaringan ikat. Dan kita hanya bisa membedakan lapisan-lapisan kulit jika sampel telah melalui proses pengawetan dan pewarnaan jaringan. Ha.hay, pengetahuan yang saya punya sedikit demi sedikit mengikis kekaguman saya terhadap serial ini. Dulu, ketika saya hanya menonton tanpa menelaah, semua tampak begitu ‘wow’. Sekarang saya merasa tidak tenang setiap kali menemui penggambaran yang kurang sesuai. Serasa ada yang bergolak di perut saya.
Cukup. Kembali ke cerita. Di tempat yang lain, si sosok hitam kembali beraksi. CCTV dari tangga darurat merekam dengan jelas aksinya. Dari rekaman itu, Jin-u menyadari sesuatu. Ia merenung mencoba menghubungkan berbagai fakta yang telah didapatkannya. Pada presentasi berikutnya, Jin-u menunjukkan bahwa tidak mungkin seorang dengan usia paruh baya mampu mengetik di telepon genggamnya dengan begitu cepat. Ia memperkuat alasannya dengan mencontohkan dr. Choi. Yep. Rupanya adegan yang tampak tidak nyambung sebelumnya adalah untuk menjelaskan hal ini. Jadi memang ada maksudnya, meskipun tetap saja bagi saya terlalu dipaksakan.
Jin-u menduga pelaku menderita Lipoatrofi (secara umum disebut lipodistrofi). Jaringan lemak yang seharusnya ada di bawah kulit mengalami atrofi (penyusutan, degenerasi). Lipoatrofi yang umum ditemui adalah yang terlokalisasi pada wanita pascapuber di daerah perut, bokong, dan paha, atau yang lebih dikenal dengan selulit. Acquired lipoatrophy sedikit berbeda, terjadi di daerah yang lebih luas; wajah dan tubuh bagian atas. Jin-u mengambil contoh kasus keluarga Zara Hartshorn. Tidak hanya Zara, saudara perempuan serta ibunya memiliki wajah yang jauh lebih tua dari usia sesungguhnya. Pada acquired lipoathrophy, kelenjar penghasil lemak menghilang sama sekali. Akibatnya, kulit penderita berkerut-kerut, seperti kulit lansia. Penyakit ini tidak disebabkan secara langsung oleh faktor genetik, tetapi melibatkan beberapa faktor, misalnya autoimun dan dampak penggunaan obat seperti penyuntikan insulin pada penderita diabetes, penggunaan human growth hormone (hormon pertumbuhan manusia), serta reaksi obat anti-HIV.
Jin-u menjelaskan pada detektif Kang bahwa lipoatrofi berbeda dengan progeria (Hutchinson-Gilford Syndrome). Progeria disebabkan oleh kelainan kelenjar pituitari, sehingga ukuran tubuh penderita tetap kecil dan ciri kelamin sekundernya tidak muncul. Karena kelenjar subkutan juga mengalami degenerasi, penderita progeria juga memiliki kulit yang berkerut-kerut. Tapi keduanya adalah penyakit yang berbeda.
Acquired Lipoatrophy merupakan penyakit yang langka, sehingga untuk kasus dalam episode 3 ini ruang pencarian dapat dipersempit dengan menelusuri data di rumah sakit-rumah sakit tertentu saja. Karena penderita juga biasanya menderita komplikasi lain seperti penyakit jantung dan diabetes, maka penderita akan mendatangi dokternya di rumah sakit secara rutin. Investigasi tersebut mengungkap pelaku bernama Kyeong-ho. Usianya masih 18 tahun. Saat di sekolah, ia sering jadi sasaran buli dan manipulasi karena penampilannya. Mungkin Zara Hurtshorn tidak mengalami kasus sedramatis  Kyeong-ho dalam cerita ini, tetapi ejekan dan diskriminasi adalah juga kenyataan dalam hidupnya.
Di luar alur utama episode ini, sepertinya sakit kepala Jin-u semakin parah. Ia seakan bergantung pada obat untuk menghilangkan rasa sakit itu. Dan ia berusaha keras agar orang lain tidak mengetahuinya. Apa yang salah dengan kepala Jin-u? Ini adalah bagian dari alur besar God’s Quiz musim satu. Alur ini akan diungkapkan sedikit demi sedikit di tiap-tiap episode. Jadi, yang bisa kita lakukan adalah bersabar dan ‘menabung’ petunjuk demi petunjuk yang mereka berikan.
Untuk menangkap Kyeong-ho, Polisi mempersiapkan penyergapan di rumah sakit. Sayangnya rencana ini berhasil tercium oleh tersangka setelah seseorang memberinya informasi lewat telepon. Ia kabur dari kejaran polisi. Jin-u turut melakukan pengejaran, dan secara tak sengaja menghadang pelaku. Pistol airsoft-nya terlepas dari tangan saat berusaha bedialog. Akhirnya Jin-u mempraktekkan teknik pertahanan diri saat si pelaku mengeluarkan pisau dan mulai menyerang. Detektif Kang tiba di lokasi pada saat yang tepat. Ia beradu fisik dengan pelaku, tetapi sayang pelaku berhasil kabur.
Polisi lalu menginterogasi orang-orang yang dekat dengan Kyeong-ho. Yeong-shik adalah teman sekolah yang sering memanipulasi pelaku. Ia mengenalkan Kyeong-ho ke seorang laki-laki yang menjalankan bisnis agensi detektif ilegal. Sejurus kemudian, lelaki itulah yang duduk di meja interogasi. Ia menutup rapat mulutnya, tetapi polisi mendapat daftar panggilan telepon miliknya dan akan menggunakannya untuk melacak lokasi Kyeong-ho. Jin-u menyarankan untuk mempersempit pencarian ke kasus-kasus perampokan toko obat yang menyediakan insulin. Rupanya Kyeng-ho memang memiliki penyakit diabetes juga. Dan tanpa resep dokter, ia tidak bisa menebus insulin yang dibutuhkannya secara berkala.
Dalam penggerebekan rumah Kyeong-ho, polisi hanya menemukan seorang anak perempuan dan bonekanya di dalam almari. Tentunya bukan karena Kyeong-ho kerja sambilan menjadi pengasuh anak, kan? Semuanya segera berkesimpulan bahwa di luar dugaan, Kyeong-ho tidak hanya melakukan pembunuhan untuk mendapatkan uang, tetapi juga dengan penculikan! Polisi tidak segera berhasil mengidentifikasi dan menemukan keluarga anak perempuan tersebut. Anak kecil itu hanya ingat sebelum pergi si pelaku minta maaf dan mengatakan ingin mati.
Jin-u merasa ada yang tidak beres. Ia meminta bantuan rekannya, Yun-jeong. Tidak dijelaskan bantuan apa itu, tetapi ia juga mengatakan pada detektif Kang bahwa ia punya cerita yang sangat menarik.
Si anak perempuan berusaha meninggalkan kantor forensik dengan alasan ingin membeli es krim. Belum sempat ia mencapai lift, detektif Kang mencegatnya. Jin-u telah menunggu mereka di ruang interogasi untuk mengungkap identitas asli anak itu. Ia bernama Hong Seong-min. Usia sebenarnya adalah 28 tahun. Sindrom Highlander adalah nama yang belum disetujui oleh dunia medis untuk kelainan ini. Penderita terhenti pertumbuhannya setelah mencapai titik tertentu, sehingga terus terlihat awet muda. Kelainan ini kebalikan dari lipoatrofi yang dialami oleh Kyeong-ho. Awalnya saya hanya mengingat pernah menonton film thriller barat yang peran antagonisnya memiliki kelainan serupa: seorang dewasa dengan tubuh anak-anak. Dalam film itu kelainan ini disebut sebagai hipopituitarisme.
Mungkin ini juga kelainan serupa yang dialami oleh beberapa selebritis tanah air yang ketenarannya tidak bisa dipisahkan dari keunikan tubuh kecilnya. Bukan, bukan yang itu, yang saya maksudkan di sini adalah mereka yang proporsi badannya persis seperti anak-anak, tidak mengalami kelainan. Meskipun wajahnya sedikit lebih dewasa dari ukuran tubuhnya, mungkin merekalah representasi paling mendekati yang bisa ditemukan di negeri ini.
Representasi yang lebih dekat lagi saya temui ketika menelusuri episode Star King, tayangan varieti Korea Selatan. Di episode 251 yang ditayangkan di SBS pada tanggal 21 Januari 2012, Star King menampilkan sejumlah orang yang memiliki --kata keabadian saya rasa terlalu berlebihan-- tubuh yang jauh lebih muda dari usianya. Sangat menarik. Meskipun disebut penyakit langka, ternyata contoh-contohnya sangat mudah kita dapatkan di dunia hiburan. Alih-alih tertekan dan masuk ke dunia gelap, mereka bisa mengambil sisi positif dari hal itu.

Kembali ke cerita, Jin-u menyadari hal ini setelah melihat ketidaksempurnaan dari akting Hong Seong-min. Selama ini ia berusaha bertingkah laku seperti normalnya anak-anak untuk mengulur waktu agar Kyeong-ho dapat melarikan diri. Ia berteman dan berkomplot dengan Kyeong-ho karena merasa senasib sepenanggungan: ditolak oleh masyarakat. Setelah didesak, ia menginformasikan di mana Kyeong-ho bersembunyi. Polisipun berhasil menyelesaikan kasus ini. Meskipun hubungan Hong Seong-min dan Kyeong-ho tidak bisa kembali seperti awalnya, tapi tampaknya mereka akan dapat hidup dengan lebih tenang.


Jin-u: Prof, misalkan suatu ketika kita bisa ‘menaklukkan’ (sepenuhnya memahami) tubuh kita jutaan tahun kemudian, akankah tidak ada lagi rasa sakit fisik pada manusia?
Profesor: Entahlah… akankah saat itu benar akan tiba? Sekarang saja kita belum bisa mengobati pilek.
Jin-u: misalkan saja,
Profesor: secara hipotetik rasa sakit akan menghilang, tetapi saya kira dunia tidak akan menjadi lebih baik. Dunia dengan manusia di dalamnya menjadi dewasa dengan sejumlah rasa sakit. Memahami sakit yang dirasakan orang lain, itulah dasar kehidupan manusia.


***
Yah, episode ini memang tidak sempurna di sana sini. Kurang teliti dari segi detail, terlalu banyak adegan pengisi yang tidak berhubungan dengan alur cerita. Tetapi, tujuan artikel ini toh bukan untuk memutilasi God’s Quiz. Jadi, saya mencoba menahan diri dari sikap sarkastik, dan berusaha selalu berpikiran positif. Ini adalah serial yang dulu membuat saya terkagum-kagum.