Halaman

Minggu, 19 Januari 2014

God’s Quiz Musim 1 Episode 4


Hujan deras mengguyur di malam hari. Di rumahnya, seorang wanita dengan ketakutan meraih sebilah pisau. Tertatih-tatih ia memasuki ruangan yang gelap. Dari arah belakang muncul seseorang yang kemudian menyerangnya.

Episode 4: Anak perempuan anugerah Tuhan
Korban kali ini adalah Choi Ok-jeong, yang berprofesi sebagai shaman atau dukun. Penyebab kematiannya adalah luka tusuk di jantung. Sang tersangka adalah I O-rang, putrinya sendiri. Tersangka sendiri juga mengalami luka tusuk di perut, selain lebam-lebam pada tubuhnya. Tim forensik kita diminta memeriksa ulang tubuh korban karena di leher korban terdapat tanda bahwa pelaku dicekik dan mengindikasikan kemungkinan adanya pelaku lain.  Selain itu, terdapat kelainan pada leher dan bahu tersangka di samping fakta bahwa ia menderita hipoalimentasi yang menyebabkan kecil kemungkinan tersangka memiliki kekuatan untuk menusukkan pisau. Hipoalimentasi adalah keadaan kekurangan gizi. Mungkin maksudnya, keadaan itu mengakibatkan tersangka menjadi lemah dan tidak cukup bertenaga untuk menghujamkan pisau ke tubuh korban.
Okay, saya menyerah. Saya tidak akan lagi mengomentari adegan-adegan yang menurut saya tidak berkontribusi besar pada alur cerita. Akan saya lewati saja.
Sejauh ini detektif Kang tampaknya memikirkan hal selain kasus ini. Saat menginterogasi tersangka yang terus bergumam dan bertingkah seperti orang kerasukan, detektif Kang tampak keras dan serius. Ia meyakini kalau tersangka hanya berpura-pura. Sebaliknya, Jin-u yang seorang dokter justru membeberkan penjelasan konyol dari sudut pandang takhayul.
Kilas balik menunjukkan pada kita bahwa detektif Kang pernah menangani kasus serupa ketika masih di kesatuan tentara. Tersangka bertingkah seperti orang aneh yang ketakutan dan mengaku melihat hantu. Saat itu, detektif Kang tampak di ambang frustasi dalam usahanya mengungkapkan kebenaran. Pantas saja sekarang ia menanggapi kasus ini dengan tingkat ketegangan yang lebih tinggi.
Jin-u dan detektif Kang pergi memeriksa TKP, yang adalah rumah korban dan tersangka. Jin-u menyadari bahwa semua benda yang ada di dinding hanya digantung setinggi bahu. Jin-u juga menanyai tetangga korban yang seprofesi. Dari keterangan itu, diketahui bahwa tersangka setiap hari mengalami kejang-kejang, berteriak-teriak, dan melihat hantu. Ia, seperti juga korban, percaya bahwa tersangka memiliki kemampuan alami untuk menjadi dukun. Jin-u memastikan secara detail bagaimana tepatnya postur tersangka saat kejang-kejang.
Selanjutnya, mereka menanyai kakak tersangka. Menurut kesaksiannya, korban sering memukuli tersangka. Namun anehnya, tersangka selalu bersikeras ingin tetap tinggal dengan ibunya.
Setelah susah payah membujuk memaksa tersangka menjalani serangkaian tes medis, termasuk pemindaian MRI dan CT, tersangka didiagnosis mengidap progressive muscular dystrophy (distrofi otot berkelanjutan). Ia mewarisi kelainan ini dari sang ibu. Kelainan tersebut disebabkan oleh tidak adanya lapisan protein di sel otot, sehingga secara perlahan, sel otot mati. Lebih tepatnya, penyakit ini diakibatkan oleh kelainan bentuk protein yang ada di dalam sel-sel otot rangka (otot lurik), sehingga sel otot tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mengalami degenerasi, dan akhirnya kematian sel.
Perlu dicatat bahwa ilustrasi yang ditampilkan adalah otot polos, yang notabene menyusun organ-organ dalam tubuh seperti saluran pencernaan dan saluran pernapasan. Otot lurik yang menggerakkan anggota gerak tubuh kita memiliki bentuk sel yang berbeda dari otot polos.
Kelainan ini berlaku pada seluruh jenis otot yang ada di tubuh. Abnormalitas dapat terjadi pula di otot jantung yang berdampak pada kematian. Saya tidak yakin akan kebenaran penjelasan tersebut. Dari yang saya baca, kelainan ini akan menimbulkan akibat fatal saat otot-otot pernapasan mulai terpengaruh. Pada saat itu penderita akan mengalami kesulitan bernapas sehingga membutuhkan bantuan alat respirator untuk melakukan pernapasan. Baiklah, kita tidak harus menelan semua yang dilontarkan oleh pertunjukan ini, bukan?
Subtipe yang diderita korban dan tersangka dijelaskan sebagai tipe yang berkembang sangat perlahan. Penderita mengalami lemah di bahu dan paha. Ini menjelaskan mengapa semua benda di dinding rumah korban terletak hanya setinggi bahu. Dengan kondisi seperti ini, sulit bagi tersangka untuk melakukan pembunuhan itu.
Dalam menangani kasus ini, detektif Kang rupanya sangat terpengaruh dengan kasusnya di masa lalu. Saat itu, tersangka berhasil lolos dari hukuman setelah dinyatakan mengalami ganguan psikis, dengan dukungan dari keluarganya yang memiliki pengaruh kekuasaan. Padahal, di mata detektif Kang, jelas-jelas orang itu hanya pura-pura agar terhindar dari hukuman. Bagi detektif Kang, kasus tersebut merupakan kegagalan besarnya dalam menegakkan keadilan bagi keluarga korban.
Sementara itu, tersangka Yu-rang berusaha bunuh diri, meskipun berhasil digagalkan. Jin-u dan detektif Kang tidak berhasil mendapatkan informasi yang berharga dari tersangka. Tetapi, Jin-u menaruh curiga pada orang yang dikenalkan sebagai teman kakak tersangka, Seok-hun. Rupanya ia memiliki hubungan asmara dengan Yu-rang. Seok-hun menyerahkan diri dan mengaku sebagai pelaku pembunuhan yang sebenarnya, saat Yu-rang diserang ibunya. Bukti-bukti pun mengarah padanya. Seok-hun dinyatakan sebagai pelaku dan ditangkap.
Setelah kasus ini selesai, Jin-u iseng memeriksa kembali foto-foto Yu-rang dan Seok-hun. Saat itulah baru ia menyadari bahwa semua bukti yang ada adalah rekayasa Seok-hun. Jadi, sebenarnya memang Yu-rang menyerang ibunya saat sedang kerasukan. Seok-hun mengorbankan diri untuk menanggung hukuman Yu-rang.
Jin-u mengkonfrontasi hal ini ke Yu-rang yang kini mewarisi profesi ibunya sebagai dukun di rumahnya. Alih-alih mendapat pengakuan, Yu-rang memberikan secarik kertas bergambar kepada Jin-u. Di kertas itu tergambar dirinya, tergeletak di dalam peti mati. Kedua tangan terlipat di dada sembari memegang seikat bunga. Bercak-bercak berwarna merah darah dan juluran akar di sekelilingnya menambah kuat kesan seram di gambar itu. Apa arti dari gambar itu? Apakah ibi mengindikasikan bahwa Jin-u akan berakhir dengan kematian?

***
Yep. Tidak ada epilog untuk episode ini. Meskipun bagi saya tema kali ini kurang menarik –mungkin karena bumbu mistis tidak dapat berjalan harmonis dengan tema investigasi dan medis di otak saya, misteri yang ada di akhir episode tetap membuat saya cukup penasaran untuk menantikan episode-episode berikutnya.

Rabu, 16 Oktober 2013

God’s Quiz Musim 1 Episode 3



Ternyata untuk membuat rekap dari satu episode memakan waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari. Mungkin inilah proses. Mudah-mudahan kemampuan menulis yang telah lama terbengkalai dapat terasah kembali. Setidaknya, selain menjerumuskan diri ke dunia drama korea dan mencicipi secuil ilmu kedokteran, saya bisa berlatih untuk memilah dan menyusun struktur berpikir.
Dari dua episode lalu, telah jelas formula apa yang dipakai oleh penulis skenario dalam meramu cerita. Penyelidikan yang dilakukan terhadap suatu tindak kejahatan tidak hanya dilakukan menggunakan pendekatan kriminologi dan forensik, tetapi juga investigasi medis, di mana praktisi medis yang terlibat turut serta dalam memecahkan petunjuk demi petunjuk yang ditemukan di lapangan. Ramuan ini sebenarnya ditemukan juga dalam Sign (Korea) dan Voice (Jepang). Bedanya, God’z Quiz memasukkan bumbu yang berbeda, yaitu penyakit genetik langka.
Mari kita langsung menuju episode 3.

Episode 3: Assassin

Seorang laki-laki bertampang sangar bak gangster berjalan di parkiran bawah tanah yang sepi dengan sebentar-bentar melihat ke sekitarnya, seolah-olah ia merasa dibuntuti. Tiba-tiba seseorang berpakaian serba hitam menyergap dan menghujani tubuhnya tusukan demi tusukan. Mungkin karena kaget, ia tak sempat melakukan perlawanan, biarpun secara fisik si preman berbadan lebih besar dari penyerangnya. Setelah pria sangar itu tergolek tak bergerak, si penyerang buru-buru pergi sembari menelepon entah siapa.
Sementara itu, di kantor forensik, Han Jin-u tengah berlatih menembak dengan pistol airsoft bersama rekannya. Seperti biasa, ia membanggakan kemampuan dirinya dan meledek temannya itu. Ia juga memprovokasi detektif Kang untuk menunjukkan kemampuan menembaknya, tetapi detektif Kang berusaha menahan diri untuk tidak meladeni provokasi itu. Saya tidak tahu apa signifikansi dari adegan ini, karena segera setting berpindah ke pemaparan kasus yang korbannya tidak lain adalah pria sangar di awal cerita. Pria tersebut berprofesi sebagai rentenir.
Dari laporan otopsi pertama disimpulkan bahwa penyebab kematian korban adalah kerusakan organ akibat benda tajam. Pada kuku korban ditemukan sedikit cuilan daging kulit. Bukti forensik seperti ini biasanya ditemukan pada korban jika sempat ada perlawanan dari korban. Saat korban mencengkeram pelaku dengan kuat, serpihan kulit pelaku terbawa oleh kuku korban. (Omong-omong, di bagian awal tadi rasanya tidak ada adegan korban melawan si pelaku) Biasanya lapisan epidermis di bagian atas saja yang terbawa. Tetapi, pada kasus ini, kulit terkelupas hingga lapisan yang dalam. Hanya saja, terdapat ketidaknormalan struktur pada jaringan subkutan dari cuilan kulit tersebut. Mayat korban dikirimkan ke tim ini karena struktur cuilan kulit tersebut tidak biasa.
Bagian cerita kali ini membuat saya berpikir keras. Ilustrasi yang disajikan tidak membantu dalam memahami ketidaknormalan apa yang terdapat pada serpihan kulit itu. Yah, tim dokter andalan kita itu pun tampaknya tidak punya ide tentang hal itu. Percakapan mereka beralih dari pembahasan serius ke dialog pengisi yang intinya, Jin-u selalu bisa menimpali perkataan dr. Choi sehingga membuatnya kesal serta kehabisan kata-kata. Lagi-lagi, saya belum bisa melihat keterkaitan adegan ini dengan kasus yang tengah ditangani. Ditambah lagi sejenak berikutnya dr. Choi mengeluhkan papan ketik telepon genggam yang terlalu kecil untuk jarinya sehingga membuatnya kesulitan mengetik sms dengan cepat. Jin-u menyarankan penjelasan yang lain untuk kesulitan dr. Choi: bukankah hal itu disebabkan semakin tua seseorang, koordinasi otak dan alat geraknya menjadi lebih lambat? *plak* Cukup dengan adegan pengisinya.
Di bagian lain cerita, dalam bilik yang berantakan si penyerang menyuntikkan entah cairan apa ke dalam tubuhnya. Dengan tampak kesakitan, ia juga berusaha menelan sejumlah obat. Kekesalan yang dirasakannya ia lampiaskan dengan melempar cermin di dinding seberang. Lalu ia menerima telepon dan secara misterius menemui seseorang untuk menerima dua amplop.
Detektif Kang mendatangi kantor forensik untuk menunjukkan beberapa foto pembunuhan mafia yang ia duga dilakukan oleh orang yang sama. Foto korban tadi ada di antaranya. Dari analisis wajah yang terekam oleh kamera CCTV diperkirakan pelaku berumur awal 50-an. Motivasi pelaku diduga adalah balas dendam. Sebab, pelaku tidak mengambil uang korban.
Agar dirinya tak bernasib seperti korban-korban itu, Jin-u terpantik untuk belajar teknik-teknik  mempertahankan diri. Tetapi, mungkin alasan sebenarnya mungkin hanyalah karena ia senang mencoba sesuatu yang baru. Ia mempraktekkan apa yang dibacanya dari buku, yang ternyata cukup efektif, setidaknya mempersulit orang yang hendak menikamkan pisau. Sayangnya ia jadi semakin terlihat seperti anak-anak yang sedang asyik bermain tanpa mempedulikan hal lain. Inilah satu sisi kekanak-kanakan Jin-u.
Untuk menepis rasa malunya, Jin-u mengungsi ke ruangan di mana satu rekannya tengah mengamati sampel jaringan kulit dari kuku korban. Si rekan merasa ada yang aneh setelah melihatnya di mikroskop. Kuku korban melukai pelaku cukup dalam, tetapi serpihan kulit yang terbawa tidak memiliki jaringan subkutan. Oh, jadi ini keanehan struktur yang dimaksud oleh dr. Choi di pemeriksaan awal. Ia berkomentar bahwa itu sih bukan serpihan kulit, tetapi robekan. Kulit terbawa hingga bagian yang dalam. Tetapi, yang membuat mereka bingung adalah, hanya ada lapisan atas. Lapisan bawah (jaringan subkutan) tidak ditemukan.
Jin-u juga turut melihat ke dalam mikroskop, dan saat itu ia merasa perlu untuk berpikir lebih dalam lagi. Okay, saya pernah mengamati irisan jaringan kulit dengan mikroskop, tetapi sama sekali tidak mirip dengan apa yang diilustrasikan di sini. Kulit kita tersusun atas beragam sel, serta disokong oleh jaringan-jaringan ikat. Dan kita hanya bisa membedakan lapisan-lapisan kulit jika sampel telah melalui proses pengawetan dan pewarnaan jaringan. Ha.hay, pengetahuan yang saya punya sedikit demi sedikit mengikis kekaguman saya terhadap serial ini. Dulu, ketika saya hanya menonton tanpa menelaah, semua tampak begitu ‘wow’. Sekarang saya merasa tidak tenang setiap kali menemui penggambaran yang kurang sesuai. Serasa ada yang bergolak di perut saya.
Cukup. Kembali ke cerita. Di tempat yang lain, si sosok hitam kembali beraksi. CCTV dari tangga darurat merekam dengan jelas aksinya. Dari rekaman itu, Jin-u menyadari sesuatu. Ia merenung mencoba menghubungkan berbagai fakta yang telah didapatkannya. Pada presentasi berikutnya, Jin-u menunjukkan bahwa tidak mungkin seorang dengan usia paruh baya mampu mengetik di telepon genggamnya dengan begitu cepat. Ia memperkuat alasannya dengan mencontohkan dr. Choi. Yep. Rupanya adegan yang tampak tidak nyambung sebelumnya adalah untuk menjelaskan hal ini. Jadi memang ada maksudnya, meskipun tetap saja bagi saya terlalu dipaksakan.
Jin-u menduga pelaku menderita Lipoatrofi (secara umum disebut lipodistrofi). Jaringan lemak yang seharusnya ada di bawah kulit mengalami atrofi (penyusutan, degenerasi). Lipoatrofi yang umum ditemui adalah yang terlokalisasi pada wanita pascapuber di daerah perut, bokong, dan paha, atau yang lebih dikenal dengan selulit. Acquired lipoatrophy sedikit berbeda, terjadi di daerah yang lebih luas; wajah dan tubuh bagian atas. Jin-u mengambil contoh kasus keluarga Zara Hartshorn. Tidak hanya Zara, saudara perempuan serta ibunya memiliki wajah yang jauh lebih tua dari usia sesungguhnya. Pada acquired lipoathrophy, kelenjar penghasil lemak menghilang sama sekali. Akibatnya, kulit penderita berkerut-kerut, seperti kulit lansia. Penyakit ini tidak disebabkan secara langsung oleh faktor genetik, tetapi melibatkan beberapa faktor, misalnya autoimun dan dampak penggunaan obat seperti penyuntikan insulin pada penderita diabetes, penggunaan human growth hormone (hormon pertumbuhan manusia), serta reaksi obat anti-HIV.
Jin-u menjelaskan pada detektif Kang bahwa lipoatrofi berbeda dengan progeria (Hutchinson-Gilford Syndrome). Progeria disebabkan oleh kelainan kelenjar pituitari, sehingga ukuran tubuh penderita tetap kecil dan ciri kelamin sekundernya tidak muncul. Karena kelenjar subkutan juga mengalami degenerasi, penderita progeria juga memiliki kulit yang berkerut-kerut. Tapi keduanya adalah penyakit yang berbeda.
Acquired Lipoatrophy merupakan penyakit yang langka, sehingga untuk kasus dalam episode 3 ini ruang pencarian dapat dipersempit dengan menelusuri data di rumah sakit-rumah sakit tertentu saja. Karena penderita juga biasanya menderita komplikasi lain seperti penyakit jantung dan diabetes, maka penderita akan mendatangi dokternya di rumah sakit secara rutin. Investigasi tersebut mengungkap pelaku bernama Kyeong-ho. Usianya masih 18 tahun. Saat di sekolah, ia sering jadi sasaran buli dan manipulasi karena penampilannya. Mungkin Zara Hurtshorn tidak mengalami kasus sedramatis  Kyeong-ho dalam cerita ini, tetapi ejekan dan diskriminasi adalah juga kenyataan dalam hidupnya.
Di luar alur utama episode ini, sepertinya sakit kepala Jin-u semakin parah. Ia seakan bergantung pada obat untuk menghilangkan rasa sakit itu. Dan ia berusaha keras agar orang lain tidak mengetahuinya. Apa yang salah dengan kepala Jin-u? Ini adalah bagian dari alur besar God’s Quiz musim satu. Alur ini akan diungkapkan sedikit demi sedikit di tiap-tiap episode. Jadi, yang bisa kita lakukan adalah bersabar dan ‘menabung’ petunjuk demi petunjuk yang mereka berikan.
Untuk menangkap Kyeong-ho, Polisi mempersiapkan penyergapan di rumah sakit. Sayangnya rencana ini berhasil tercium oleh tersangka setelah seseorang memberinya informasi lewat telepon. Ia kabur dari kejaran polisi. Jin-u turut melakukan pengejaran, dan secara tak sengaja menghadang pelaku. Pistol airsoft-nya terlepas dari tangan saat berusaha bedialog. Akhirnya Jin-u mempraktekkan teknik pertahanan diri saat si pelaku mengeluarkan pisau dan mulai menyerang. Detektif Kang tiba di lokasi pada saat yang tepat. Ia beradu fisik dengan pelaku, tetapi sayang pelaku berhasil kabur.
Polisi lalu menginterogasi orang-orang yang dekat dengan Kyeong-ho. Yeong-shik adalah teman sekolah yang sering memanipulasi pelaku. Ia mengenalkan Kyeong-ho ke seorang laki-laki yang menjalankan bisnis agensi detektif ilegal. Sejurus kemudian, lelaki itulah yang duduk di meja interogasi. Ia menutup rapat mulutnya, tetapi polisi mendapat daftar panggilan telepon miliknya dan akan menggunakannya untuk melacak lokasi Kyeong-ho. Jin-u menyarankan untuk mempersempit pencarian ke kasus-kasus perampokan toko obat yang menyediakan insulin. Rupanya Kyeng-ho memang memiliki penyakit diabetes juga. Dan tanpa resep dokter, ia tidak bisa menebus insulin yang dibutuhkannya secara berkala.
Dalam penggerebekan rumah Kyeong-ho, polisi hanya menemukan seorang anak perempuan dan bonekanya di dalam almari. Tentunya bukan karena Kyeong-ho kerja sambilan menjadi pengasuh anak, kan? Semuanya segera berkesimpulan bahwa di luar dugaan, Kyeong-ho tidak hanya melakukan pembunuhan untuk mendapatkan uang, tetapi juga dengan penculikan! Polisi tidak segera berhasil mengidentifikasi dan menemukan keluarga anak perempuan tersebut. Anak kecil itu hanya ingat sebelum pergi si pelaku minta maaf dan mengatakan ingin mati.
Jin-u merasa ada yang tidak beres. Ia meminta bantuan rekannya, Yun-jeong. Tidak dijelaskan bantuan apa itu, tetapi ia juga mengatakan pada detektif Kang bahwa ia punya cerita yang sangat menarik.
Si anak perempuan berusaha meninggalkan kantor forensik dengan alasan ingin membeli es krim. Belum sempat ia mencapai lift, detektif Kang mencegatnya. Jin-u telah menunggu mereka di ruang interogasi untuk mengungkap identitas asli anak itu. Ia bernama Hong Seong-min. Usia sebenarnya adalah 28 tahun. Sindrom Highlander adalah nama yang belum disetujui oleh dunia medis untuk kelainan ini. Penderita terhenti pertumbuhannya setelah mencapai titik tertentu, sehingga terus terlihat awet muda. Kelainan ini kebalikan dari lipoatrofi yang dialami oleh Kyeong-ho. Awalnya saya hanya mengingat pernah menonton film thriller barat yang peran antagonisnya memiliki kelainan serupa: seorang dewasa dengan tubuh anak-anak. Dalam film itu kelainan ini disebut sebagai hipopituitarisme.
Mungkin ini juga kelainan serupa yang dialami oleh beberapa selebritis tanah air yang ketenarannya tidak bisa dipisahkan dari keunikan tubuh kecilnya. Bukan, bukan yang itu, yang saya maksudkan di sini adalah mereka yang proporsi badannya persis seperti anak-anak, tidak mengalami kelainan. Meskipun wajahnya sedikit lebih dewasa dari ukuran tubuhnya, mungkin merekalah representasi paling mendekati yang bisa ditemukan di negeri ini.
Representasi yang lebih dekat lagi saya temui ketika menelusuri episode Star King, tayangan varieti Korea Selatan. Di episode 251 yang ditayangkan di SBS pada tanggal 21 Januari 2012, Star King menampilkan sejumlah orang yang memiliki --kata keabadian saya rasa terlalu berlebihan-- tubuh yang jauh lebih muda dari usianya. Sangat menarik. Meskipun disebut penyakit langka, ternyata contoh-contohnya sangat mudah kita dapatkan di dunia hiburan. Alih-alih tertekan dan masuk ke dunia gelap, mereka bisa mengambil sisi positif dari hal itu.

Kembali ke cerita, Jin-u menyadari hal ini setelah melihat ketidaksempurnaan dari akting Hong Seong-min. Selama ini ia berusaha bertingkah laku seperti normalnya anak-anak untuk mengulur waktu agar Kyeong-ho dapat melarikan diri. Ia berteman dan berkomplot dengan Kyeong-ho karena merasa senasib sepenanggungan: ditolak oleh masyarakat. Setelah didesak, ia menginformasikan di mana Kyeong-ho bersembunyi. Polisipun berhasil menyelesaikan kasus ini. Meskipun hubungan Hong Seong-min dan Kyeong-ho tidak bisa kembali seperti awalnya, tapi tampaknya mereka akan dapat hidup dengan lebih tenang.


Jin-u: Prof, misalkan suatu ketika kita bisa ‘menaklukkan’ (sepenuhnya memahami) tubuh kita jutaan tahun kemudian, akankah tidak ada lagi rasa sakit fisik pada manusia?
Profesor: Entahlah… akankah saat itu benar akan tiba? Sekarang saja kita belum bisa mengobati pilek.
Jin-u: misalkan saja,
Profesor: secara hipotetik rasa sakit akan menghilang, tetapi saya kira dunia tidak akan menjadi lebih baik. Dunia dengan manusia di dalamnya menjadi dewasa dengan sejumlah rasa sakit. Memahami sakit yang dirasakan orang lain, itulah dasar kehidupan manusia.


***
Yah, episode ini memang tidak sempurna di sana sini. Kurang teliti dari segi detail, terlalu banyak adegan pengisi yang tidak berhubungan dengan alur cerita. Tetapi, tujuan artikel ini toh bukan untuk memutilasi God’s Quiz. Jadi, saya mencoba menahan diri dari sikap sarkastik, dan berusaha selalu berpikiran positif. Ini adalah serial yang dulu membuat saya terkagum-kagum. 

Minggu, 25 Agustus 2013

God’s Quiz Musim 1 Episode 2



Segera setelah rekap episode 1 selesai, timbul ambisi untuk segera menyelesaikan keseluruhan episode God’s Quiz. Heh. Saya ketagihan. Bagaimana tidak, dengan membuat rekap episode 1, saya jadi belajar lebih banyak tentang porfiria. Walaupun untuk saat ini saya belum tahu untuk apa saya perlu memahami itu (karena saya bukan praktisi medis), dengan pengetahuan ini saya tidak menjadi ‘sok tahu’ dengan hanya mengira-ira apa itu porfiria.

Nah, berikut rekap untuk Episode 2. Dengan kasus yang berbeda, dan tentunya penyakit genetik langka yang berbeda.

Episode 2: The Lost City of Idols

Grup suara wanita JeSS tengah melakukan rekaman video musik. Salah satu anggota bernama Gina berulang kali melakukan kesalahan gerakan, dan akhirnya kolaps. Media massa berspekulasi tentang penyebab kematiannya: overdosis dan aborsi.

Det. Kang diminta untuk menangani kasus ini. Dalam konferensi pers, pihak agensi menyatakan bahwa Gina meninggal karena overdosis obat tidur. Pihak keluarga melalui agensi menolak dilakukannya autopsi. Dengan adanya penolakan terhadap autopsi, det. Kang merasa ada sesuatu yang aneh di sini.
Dalam tubuh Gina memang ditemukan jejak obat tidur Zolpidem. Tetapi, sangat kecil kemungkinan untuk terjadi kematian akibat efek sampingnya. Tim forensik Jin-u menyimpulkan ada sesuatu yang berusaha ditutupi oleh keluarga dan pihak agensi.

Det. Kang berusaha keras meyakinkan ayah korban untuk memberi izin autopsi, tetapi gagal. Sementara itu, Jin-u menempuh cara lain dengan menemui seorang jaksa yang menangani suatu kasus malpraktik dan diambang kekalahan. Ia membuat kesepakatan dengan jaksa itu. Jin-u akan membantu kasus tersebut jika sang jaksa mau membantu urusannya. Akhirnya, kejaksaan mengeluarkan perintah autopsi, meskipun dr. Choi memarahi Jin-u karena tidak mengikuti prosedur.

Selesai autopsi, dr. Choi menyatakan korban mengalami acute blood poisoning (keracunan darah akut). Keracunan darah disebabkan oleh adanya agen infeksi yang masuk ke dalam darah, bisa berupa parasit, bakteri, ataupun virus. Peristiwa ini disebut juga sebagai sepsis, atau istilah resmi dalam dunia medisnya septicemia.
Dr Choi mendeskripsikan semua saraf vasomotor korban pecah. Edema (pembengkakan) pada arteri optalmik internal (arteri mata internal) disebabkan oleh pendarahan internal. Pecahnya arteri merusak serabut saraf. Karenanya, pada saat kematian, korban mengalami serangan kejang yang ekstrim. Saat itu, diduga suhu tubuh korban mencapai 40°C. Dugaan sementara, infeksi viruslah yang mengawali rangkaian proses tersebut.
Jin-u menyarankan untuk dilakukan biopsi (pemeriksaan irisan jaringan tubuh dengan mikroskop), karena kekakuan yang terjadi pada otot terlihat kronis (telah terjadi dalam waktu lama) dan tersebar tidak merata di tubuh korban.

Direktur agensi ternyata telah memaksa orang tua Gina untuk menolak autopsi setelah memberi mereka fakta palsu bahwa Gina hamil (di luar nikah). Ia berdalih hanya ingin menghormati korban dengan tidak melakukan autopsi. Bukan ia melalaikan kesehatan idol asuhannya, tetapi para idol itulah yang menolak pergi ke rumah sakit, karena mereka tidak ingin sedetikpun tertinggal dari pesaingnya.

Pemeriksaan berikutnya mengungkap jenis virus tersebut adalah: virus influenza. Yap, tepat sekali apa yang Anda pikirkan. Virus influenza umumnya tidak letal. Hasil pemeriksaan lainnya juga menyatakan adanya kandungan protein dan jumlah sel yang berlebihan di dalam cairan tulang belakang korban. Maka Jin-u dan det. Kang memperluas penyelidikan. Di tempat tinggal Gina, Han Jin-u menemukan plester yang biasa ditempelkan setelah dilakukan injeksi/ penyuntikan. Ini mengindikasikan Gina pernah pergi ke rumah sakit tidak lama sebelumnya. Mengapa plester itu menempel rapi di tempat sampah yang kosong, bukannya menempel secara sembarangan atau terbuang bersama sampah yang lain, rasanya tak penting untuk dipertanyakan di sini.

Salah satu anggota grup, Ashley, yang awalnya ragu-ragu, akhirnya memberi kesaksian bahwa belakangan Gina tampak kehilangan kontrol tubuhnya, tetapi direktur tidak mempedulikan hal ini. Direktur memperlakukan Gina dengan buruk, mengingkari janji untuk menjadikan Gina penyanyi solo, bahkan membuat rumor tentang kehamilan Gina. Ashley memberikan perekam milik Gina yang berisi rekaman pertengkaran antara Gina dengan direktur. Dalam percakapan itu juga terdapat indikasi bahwa sang direktur melakukan tindak asusila terhadap Ashley.

Det. Kang berhasil melacak rumah sakit tempat Gina mendapat perawatan. Dokter di sana mengaku memberikan vaksin flu KUflu32 kepada Gina yang diantar oleh manajernya. Ini berarti pihak agensilah yang membawa Gina ke rumah sakit untuk mendapatkan vaksinasi.

Berdasarkan hasil autopsi, pemeriksaan, dan petunjuk lainnya, Jin-u menduga Gina adalah penderita Sindrom Guillain-Barre. Penyakit genetik langka ini termasuk ke dalam kelompok penyakit autoimun. Penyakit autoimun terjadi ketika sel darah putih yang semestinya hanya menyerang substansi asing yang masuk ke tubuh, malah menghancurkan sel-sel tubuh sendiri. Dalam Sindrom Guillain-Barre, yang diserang adalah sel-sel saraf tepi yang menghubungkan sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) dengan alat gerak (tangan dan kaki). Sindrom ini terdapat dalam beberapa tipe yang dikelompokkan berdasarkan bagian saraf tepi yang terlibat. Tipe yang paling umum adalah acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP). Pada tipe ini, sistem imun menyerang myelin, yaitu selubung sel saraf yang mempercepat hantaran sinyal saraf.

Jin-u menjelaskan, karena hal itu korban mengalami kekakuan otot, dan tingkat ketahanan tubuh menurun. Jika dalam kondisi ini terjadi serangan virus, maka akan berakibat fatal. Dalam kasus Gina, serangan virus yang memicu reaksi adalah vaksin yang diberikan kepadanya. Vaksin KUflu32 adalah vaksin yang mengandung virus hidup, yang bisa meninfeksi dan memperbanyak diri dalam tubuh. Pada orang yang memiliki ketahanan tubuh normal, vaksin hidup lebih efektif dibandingkan vaksin yang hanya mengandung bagian-bagian dari virus. Tetapi bagi Gina yang ketahanan tubuhnya melemah akibat penyakit autoimun, vaksin ini mengantarnya pada ujung kehidupan.

Prosesnya demikian:

Masuknya virus hidup ke tubuh Gina mengaktifkan sistem imunnya secara berlebihan (ditandai dengan kandungan protein dan jumlah sel yang terlalu banyak dalam cairan tulang belakang). Tetapi bukannya menyerang virus, sistem imun tubuh yang teraktivasi justru menyerang sel-sel saraf. Sementara sarafnya mengalami kekakuan bertahap, virus tetap bebas menyerang sel yang lain, masuk ke pembuluh darah menyebabkan kondisi sepsis (keracunan darah akut) di mana suhu tubuh meningkat, kejang-kejang, dan akhirnya kematian.


Direktur agensi mengelak bertanggung jawab terhadap insiden ini dengan alasan ia tidak mengetahui hal tersebut. Jin-u memaparkan bukti bahwa saat Gina kolaps di sebuah acara di New York, pihak rumah sakit telah mengirimkan hasil pemeriksaan menyeluruh yang disertai peringatan untuk tidak memberikan vaksinasi terhadap Gina, khususnya vaksin hidup. Bahkan, setelah itu direktur mengelak dengan mengatakan ia mengira email berbahasa Inggris sebagai spam dan langsung menghapusnya. Det. Kang membantahnya dengan menyebutkan adanya jejak elektronik bahwa direktur telah membuka email itu. Masih berusaha melepaskan diri, direktur menyentak bahwa ia bisa jadi membuka, tetapi tidak membacanya. Det. Kang menyodorkan fakta bahwa direktur mengirimkan email itu ke dr. Kim untuk diterjemahkan. Terjemahannya telah dikirim kembali via email. Bahkan dr. Kim menyimpan salinannya untuk memeras sang direktur. Ha. Pesan moral: belajar Bahasa Inggris dan istilah medis, ada juga pentingya ^^

Cerita dilanjutkan dengan sesi dialog antara Jin-u dan dekter senior yang dipanggilnya Seonsaeng-nim (Profesor). Sesi ini terasa seperti sesi konseling, di mana Jin-u mengungkapkan hal-hal yang mengganjal di pikirannya. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa ia jawab dengan kejeniusannya. Pertanyaan yang tidak terjawab bahkan setelah dia menguasai teknik robotik, menjadi dokter muda yang memiliki kemampuan pembedahan mumpuni, serta mendapatkan gelar MD (Medical Doctor). Pertanyaan yang dapat dijawab seiring bertambahnya usia.

Jin-u: Seiring menuanya seseorang, bukankah seharusnya ia menjadi lebih dermawan?
Profesor: Benar, tetapi tidak banyak yang seperti itu. Seiring bertambahnya usia, mereka berpegang lebih kuat, dengan susah payah dan putus asa.
Jin-u: Apakah itu insting?
Profesor: Hewan mengambil hanya yang diperlukannya. Itulah hukumnya.
Jin-u: Tetapi manusia, bahkan mencuri apa yang dimiliki generasi mudanya.
Profesor: Itulah mengapa, manusia adalah satu-satunya mutan yang melawan (aturan) alam. Kita masih bisa berevolusi lebih lanjut.

Di tengah perenungannya sendiri di dalam kamar, Jin-u mengalami serangan sakit kepala. Sakitnya meringan segera setelah ia meraih obat dan memakannya. Han Jin-u, dokter muda jenius penasehat tim forensik Universitas Hankuk, memiliki rahasianya sendiri.

***
Episode ini banyak menyindir bagaimana dunia industri hiburan Korea Selatan mengeksploitasi para idol. Hal ini sudah bukan rahasia. Para idol adalah mereka yang berlatih dan bekerja dengan sangat keras, menghadapi persaingan industri hiburan yang ketat, menjad mesin uang agensi. Kendali agensi terhadap idol digambarkan sangat berlebihan, bahkan melebihi orang tua idol itu sendiri. Di lain pihak, kesehatan idol tidak diperhatikan dengan baik. Ini tampak dari tidak dihentikannya syuting meskipun sang idol demam tinggi. Sang idol sendiri tidak diberikan informasi tentang penyakit yang dideritanya. Jin-u juga mengomentari bahwa tempat berlatih grup JeSS tidak dilengkapi ventilasi yang baik. Kejamnya lagi, jika sang idol sudah tidak lagi dianggap menguntungkan agensi, ia akan didepak. Memang tidak semuanya bernasib demikian, tetapi hukum ‘pemenang mendapatkan semuanya’ berlaku di sini. Mereka yang kalah dalam persaingan, akan menempati ‘kasta’ terbawah dan semakin terpuruk.
Penulis skenario menyisipkan pandangannya melalui komentar det. Kang tentang tolak belakang antara bagaimana para gadis diminta untuk berpakaian minim dan menari –yang menurutnya dapat memicu lolita kompleks- dengan adanya kekhawatiran akan tindak pemerkosaan dan pelecehan seksual. Anda bisa berpendapat lain, tetapi saya termasuk yang berpendapat bahwa saya tidak bisa mengubah semua laki-laki agar berpikiran bersih. Menutup tubuh adalah hak saya untuk menjaga apa yang bagi saya berharga. Sama seperti saya menutup dan mengunci pintu rumah sebelum bepergian.


Referensi: