Halaman

Rabu, 16 Oktober 2013

God’s Quiz Musim 1 Episode 3



Ternyata untuk membuat rekap dari satu episode memakan waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari. Mungkin inilah proses. Mudah-mudahan kemampuan menulis yang telah lama terbengkalai dapat terasah kembali. Setidaknya, selain menjerumuskan diri ke dunia drama korea dan mencicipi secuil ilmu kedokteran, saya bisa berlatih untuk memilah dan menyusun struktur berpikir.
Dari dua episode lalu, telah jelas formula apa yang dipakai oleh penulis skenario dalam meramu cerita. Penyelidikan yang dilakukan terhadap suatu tindak kejahatan tidak hanya dilakukan menggunakan pendekatan kriminologi dan forensik, tetapi juga investigasi medis, di mana praktisi medis yang terlibat turut serta dalam memecahkan petunjuk demi petunjuk yang ditemukan di lapangan. Ramuan ini sebenarnya ditemukan juga dalam Sign (Korea) dan Voice (Jepang). Bedanya, God’z Quiz memasukkan bumbu yang berbeda, yaitu penyakit genetik langka.
Mari kita langsung menuju episode 3.

Episode 3: Assassin

Seorang laki-laki bertampang sangar bak gangster berjalan di parkiran bawah tanah yang sepi dengan sebentar-bentar melihat ke sekitarnya, seolah-olah ia merasa dibuntuti. Tiba-tiba seseorang berpakaian serba hitam menyergap dan menghujani tubuhnya tusukan demi tusukan. Mungkin karena kaget, ia tak sempat melakukan perlawanan, biarpun secara fisik si preman berbadan lebih besar dari penyerangnya. Setelah pria sangar itu tergolek tak bergerak, si penyerang buru-buru pergi sembari menelepon entah siapa.
Sementara itu, di kantor forensik, Han Jin-u tengah berlatih menembak dengan pistol airsoft bersama rekannya. Seperti biasa, ia membanggakan kemampuan dirinya dan meledek temannya itu. Ia juga memprovokasi detektif Kang untuk menunjukkan kemampuan menembaknya, tetapi detektif Kang berusaha menahan diri untuk tidak meladeni provokasi itu. Saya tidak tahu apa signifikansi dari adegan ini, karena segera setting berpindah ke pemaparan kasus yang korbannya tidak lain adalah pria sangar di awal cerita. Pria tersebut berprofesi sebagai rentenir.
Dari laporan otopsi pertama disimpulkan bahwa penyebab kematian korban adalah kerusakan organ akibat benda tajam. Pada kuku korban ditemukan sedikit cuilan daging kulit. Bukti forensik seperti ini biasanya ditemukan pada korban jika sempat ada perlawanan dari korban. Saat korban mencengkeram pelaku dengan kuat, serpihan kulit pelaku terbawa oleh kuku korban. (Omong-omong, di bagian awal tadi rasanya tidak ada adegan korban melawan si pelaku) Biasanya lapisan epidermis di bagian atas saja yang terbawa. Tetapi, pada kasus ini, kulit terkelupas hingga lapisan yang dalam. Hanya saja, terdapat ketidaknormalan struktur pada jaringan subkutan dari cuilan kulit tersebut. Mayat korban dikirimkan ke tim ini karena struktur cuilan kulit tersebut tidak biasa.
Bagian cerita kali ini membuat saya berpikir keras. Ilustrasi yang disajikan tidak membantu dalam memahami ketidaknormalan apa yang terdapat pada serpihan kulit itu. Yah, tim dokter andalan kita itu pun tampaknya tidak punya ide tentang hal itu. Percakapan mereka beralih dari pembahasan serius ke dialog pengisi yang intinya, Jin-u selalu bisa menimpali perkataan dr. Choi sehingga membuatnya kesal serta kehabisan kata-kata. Lagi-lagi, saya belum bisa melihat keterkaitan adegan ini dengan kasus yang tengah ditangani. Ditambah lagi sejenak berikutnya dr. Choi mengeluhkan papan ketik telepon genggam yang terlalu kecil untuk jarinya sehingga membuatnya kesulitan mengetik sms dengan cepat. Jin-u menyarankan penjelasan yang lain untuk kesulitan dr. Choi: bukankah hal itu disebabkan semakin tua seseorang, koordinasi otak dan alat geraknya menjadi lebih lambat? *plak* Cukup dengan adegan pengisinya.
Di bagian lain cerita, dalam bilik yang berantakan si penyerang menyuntikkan entah cairan apa ke dalam tubuhnya. Dengan tampak kesakitan, ia juga berusaha menelan sejumlah obat. Kekesalan yang dirasakannya ia lampiaskan dengan melempar cermin di dinding seberang. Lalu ia menerima telepon dan secara misterius menemui seseorang untuk menerima dua amplop.
Detektif Kang mendatangi kantor forensik untuk menunjukkan beberapa foto pembunuhan mafia yang ia duga dilakukan oleh orang yang sama. Foto korban tadi ada di antaranya. Dari analisis wajah yang terekam oleh kamera CCTV diperkirakan pelaku berumur awal 50-an. Motivasi pelaku diduga adalah balas dendam. Sebab, pelaku tidak mengambil uang korban.
Agar dirinya tak bernasib seperti korban-korban itu, Jin-u terpantik untuk belajar teknik-teknik  mempertahankan diri. Tetapi, mungkin alasan sebenarnya mungkin hanyalah karena ia senang mencoba sesuatu yang baru. Ia mempraktekkan apa yang dibacanya dari buku, yang ternyata cukup efektif, setidaknya mempersulit orang yang hendak menikamkan pisau. Sayangnya ia jadi semakin terlihat seperti anak-anak yang sedang asyik bermain tanpa mempedulikan hal lain. Inilah satu sisi kekanak-kanakan Jin-u.
Untuk menepis rasa malunya, Jin-u mengungsi ke ruangan di mana satu rekannya tengah mengamati sampel jaringan kulit dari kuku korban. Si rekan merasa ada yang aneh setelah melihatnya di mikroskop. Kuku korban melukai pelaku cukup dalam, tetapi serpihan kulit yang terbawa tidak memiliki jaringan subkutan. Oh, jadi ini keanehan struktur yang dimaksud oleh dr. Choi di pemeriksaan awal. Ia berkomentar bahwa itu sih bukan serpihan kulit, tetapi robekan. Kulit terbawa hingga bagian yang dalam. Tetapi, yang membuat mereka bingung adalah, hanya ada lapisan atas. Lapisan bawah (jaringan subkutan) tidak ditemukan.
Jin-u juga turut melihat ke dalam mikroskop, dan saat itu ia merasa perlu untuk berpikir lebih dalam lagi. Okay, saya pernah mengamati irisan jaringan kulit dengan mikroskop, tetapi sama sekali tidak mirip dengan apa yang diilustrasikan di sini. Kulit kita tersusun atas beragam sel, serta disokong oleh jaringan-jaringan ikat. Dan kita hanya bisa membedakan lapisan-lapisan kulit jika sampel telah melalui proses pengawetan dan pewarnaan jaringan. Ha.hay, pengetahuan yang saya punya sedikit demi sedikit mengikis kekaguman saya terhadap serial ini. Dulu, ketika saya hanya menonton tanpa menelaah, semua tampak begitu ‘wow’. Sekarang saya merasa tidak tenang setiap kali menemui penggambaran yang kurang sesuai. Serasa ada yang bergolak di perut saya.
Cukup. Kembali ke cerita. Di tempat yang lain, si sosok hitam kembali beraksi. CCTV dari tangga darurat merekam dengan jelas aksinya. Dari rekaman itu, Jin-u menyadari sesuatu. Ia merenung mencoba menghubungkan berbagai fakta yang telah didapatkannya. Pada presentasi berikutnya, Jin-u menunjukkan bahwa tidak mungkin seorang dengan usia paruh baya mampu mengetik di telepon genggamnya dengan begitu cepat. Ia memperkuat alasannya dengan mencontohkan dr. Choi. Yep. Rupanya adegan yang tampak tidak nyambung sebelumnya adalah untuk menjelaskan hal ini. Jadi memang ada maksudnya, meskipun tetap saja bagi saya terlalu dipaksakan.
Jin-u menduga pelaku menderita Lipoatrofi (secara umum disebut lipodistrofi). Jaringan lemak yang seharusnya ada di bawah kulit mengalami atrofi (penyusutan, degenerasi). Lipoatrofi yang umum ditemui adalah yang terlokalisasi pada wanita pascapuber di daerah perut, bokong, dan paha, atau yang lebih dikenal dengan selulit. Acquired lipoatrophy sedikit berbeda, terjadi di daerah yang lebih luas; wajah dan tubuh bagian atas. Jin-u mengambil contoh kasus keluarga Zara Hartshorn. Tidak hanya Zara, saudara perempuan serta ibunya memiliki wajah yang jauh lebih tua dari usia sesungguhnya. Pada acquired lipoathrophy, kelenjar penghasil lemak menghilang sama sekali. Akibatnya, kulit penderita berkerut-kerut, seperti kulit lansia. Penyakit ini tidak disebabkan secara langsung oleh faktor genetik, tetapi melibatkan beberapa faktor, misalnya autoimun dan dampak penggunaan obat seperti penyuntikan insulin pada penderita diabetes, penggunaan human growth hormone (hormon pertumbuhan manusia), serta reaksi obat anti-HIV.
Jin-u menjelaskan pada detektif Kang bahwa lipoatrofi berbeda dengan progeria (Hutchinson-Gilford Syndrome). Progeria disebabkan oleh kelainan kelenjar pituitari, sehingga ukuran tubuh penderita tetap kecil dan ciri kelamin sekundernya tidak muncul. Karena kelenjar subkutan juga mengalami degenerasi, penderita progeria juga memiliki kulit yang berkerut-kerut. Tapi keduanya adalah penyakit yang berbeda.
Acquired Lipoatrophy merupakan penyakit yang langka, sehingga untuk kasus dalam episode 3 ini ruang pencarian dapat dipersempit dengan menelusuri data di rumah sakit-rumah sakit tertentu saja. Karena penderita juga biasanya menderita komplikasi lain seperti penyakit jantung dan diabetes, maka penderita akan mendatangi dokternya di rumah sakit secara rutin. Investigasi tersebut mengungkap pelaku bernama Kyeong-ho. Usianya masih 18 tahun. Saat di sekolah, ia sering jadi sasaran buli dan manipulasi karena penampilannya. Mungkin Zara Hurtshorn tidak mengalami kasus sedramatis  Kyeong-ho dalam cerita ini, tetapi ejekan dan diskriminasi adalah juga kenyataan dalam hidupnya.
Di luar alur utama episode ini, sepertinya sakit kepala Jin-u semakin parah. Ia seakan bergantung pada obat untuk menghilangkan rasa sakit itu. Dan ia berusaha keras agar orang lain tidak mengetahuinya. Apa yang salah dengan kepala Jin-u? Ini adalah bagian dari alur besar God’s Quiz musim satu. Alur ini akan diungkapkan sedikit demi sedikit di tiap-tiap episode. Jadi, yang bisa kita lakukan adalah bersabar dan ‘menabung’ petunjuk demi petunjuk yang mereka berikan.
Untuk menangkap Kyeong-ho, Polisi mempersiapkan penyergapan di rumah sakit. Sayangnya rencana ini berhasil tercium oleh tersangka setelah seseorang memberinya informasi lewat telepon. Ia kabur dari kejaran polisi. Jin-u turut melakukan pengejaran, dan secara tak sengaja menghadang pelaku. Pistol airsoft-nya terlepas dari tangan saat berusaha bedialog. Akhirnya Jin-u mempraktekkan teknik pertahanan diri saat si pelaku mengeluarkan pisau dan mulai menyerang. Detektif Kang tiba di lokasi pada saat yang tepat. Ia beradu fisik dengan pelaku, tetapi sayang pelaku berhasil kabur.
Polisi lalu menginterogasi orang-orang yang dekat dengan Kyeong-ho. Yeong-shik adalah teman sekolah yang sering memanipulasi pelaku. Ia mengenalkan Kyeong-ho ke seorang laki-laki yang menjalankan bisnis agensi detektif ilegal. Sejurus kemudian, lelaki itulah yang duduk di meja interogasi. Ia menutup rapat mulutnya, tetapi polisi mendapat daftar panggilan telepon miliknya dan akan menggunakannya untuk melacak lokasi Kyeong-ho. Jin-u menyarankan untuk mempersempit pencarian ke kasus-kasus perampokan toko obat yang menyediakan insulin. Rupanya Kyeng-ho memang memiliki penyakit diabetes juga. Dan tanpa resep dokter, ia tidak bisa menebus insulin yang dibutuhkannya secara berkala.
Dalam penggerebekan rumah Kyeong-ho, polisi hanya menemukan seorang anak perempuan dan bonekanya di dalam almari. Tentunya bukan karena Kyeong-ho kerja sambilan menjadi pengasuh anak, kan? Semuanya segera berkesimpulan bahwa di luar dugaan, Kyeong-ho tidak hanya melakukan pembunuhan untuk mendapatkan uang, tetapi juga dengan penculikan! Polisi tidak segera berhasil mengidentifikasi dan menemukan keluarga anak perempuan tersebut. Anak kecil itu hanya ingat sebelum pergi si pelaku minta maaf dan mengatakan ingin mati.
Jin-u merasa ada yang tidak beres. Ia meminta bantuan rekannya, Yun-jeong. Tidak dijelaskan bantuan apa itu, tetapi ia juga mengatakan pada detektif Kang bahwa ia punya cerita yang sangat menarik.
Si anak perempuan berusaha meninggalkan kantor forensik dengan alasan ingin membeli es krim. Belum sempat ia mencapai lift, detektif Kang mencegatnya. Jin-u telah menunggu mereka di ruang interogasi untuk mengungkap identitas asli anak itu. Ia bernama Hong Seong-min. Usia sebenarnya adalah 28 tahun. Sindrom Highlander adalah nama yang belum disetujui oleh dunia medis untuk kelainan ini. Penderita terhenti pertumbuhannya setelah mencapai titik tertentu, sehingga terus terlihat awet muda. Kelainan ini kebalikan dari lipoatrofi yang dialami oleh Kyeong-ho. Awalnya saya hanya mengingat pernah menonton film thriller barat yang peran antagonisnya memiliki kelainan serupa: seorang dewasa dengan tubuh anak-anak. Dalam film itu kelainan ini disebut sebagai hipopituitarisme.
Mungkin ini juga kelainan serupa yang dialami oleh beberapa selebritis tanah air yang ketenarannya tidak bisa dipisahkan dari keunikan tubuh kecilnya. Bukan, bukan yang itu, yang saya maksudkan di sini adalah mereka yang proporsi badannya persis seperti anak-anak, tidak mengalami kelainan. Meskipun wajahnya sedikit lebih dewasa dari ukuran tubuhnya, mungkin merekalah representasi paling mendekati yang bisa ditemukan di negeri ini.
Representasi yang lebih dekat lagi saya temui ketika menelusuri episode Star King, tayangan varieti Korea Selatan. Di episode 251 yang ditayangkan di SBS pada tanggal 21 Januari 2012, Star King menampilkan sejumlah orang yang memiliki --kata keabadian saya rasa terlalu berlebihan-- tubuh yang jauh lebih muda dari usianya. Sangat menarik. Meskipun disebut penyakit langka, ternyata contoh-contohnya sangat mudah kita dapatkan di dunia hiburan. Alih-alih tertekan dan masuk ke dunia gelap, mereka bisa mengambil sisi positif dari hal itu.

Kembali ke cerita, Jin-u menyadari hal ini setelah melihat ketidaksempurnaan dari akting Hong Seong-min. Selama ini ia berusaha bertingkah laku seperti normalnya anak-anak untuk mengulur waktu agar Kyeong-ho dapat melarikan diri. Ia berteman dan berkomplot dengan Kyeong-ho karena merasa senasib sepenanggungan: ditolak oleh masyarakat. Setelah didesak, ia menginformasikan di mana Kyeong-ho bersembunyi. Polisipun berhasil menyelesaikan kasus ini. Meskipun hubungan Hong Seong-min dan Kyeong-ho tidak bisa kembali seperti awalnya, tapi tampaknya mereka akan dapat hidup dengan lebih tenang.


Jin-u: Prof, misalkan suatu ketika kita bisa ‘menaklukkan’ (sepenuhnya memahami) tubuh kita jutaan tahun kemudian, akankah tidak ada lagi rasa sakit fisik pada manusia?
Profesor: Entahlah… akankah saat itu benar akan tiba? Sekarang saja kita belum bisa mengobati pilek.
Jin-u: misalkan saja,
Profesor: secara hipotetik rasa sakit akan menghilang, tetapi saya kira dunia tidak akan menjadi lebih baik. Dunia dengan manusia di dalamnya menjadi dewasa dengan sejumlah rasa sakit. Memahami sakit yang dirasakan orang lain, itulah dasar kehidupan manusia.


***
Yah, episode ini memang tidak sempurna di sana sini. Kurang teliti dari segi detail, terlalu banyak adegan pengisi yang tidak berhubungan dengan alur cerita. Tetapi, tujuan artikel ini toh bukan untuk memutilasi God’s Quiz. Jadi, saya mencoba menahan diri dari sikap sarkastik, dan berusaha selalu berpikiran positif. Ini adalah serial yang dulu membuat saya terkagum-kagum. 

Minggu, 25 Agustus 2013

God’s Quiz Musim 1 Episode 2



Segera setelah rekap episode 1 selesai, timbul ambisi untuk segera menyelesaikan keseluruhan episode God’s Quiz. Heh. Saya ketagihan. Bagaimana tidak, dengan membuat rekap episode 1, saya jadi belajar lebih banyak tentang porfiria. Walaupun untuk saat ini saya belum tahu untuk apa saya perlu memahami itu (karena saya bukan praktisi medis), dengan pengetahuan ini saya tidak menjadi ‘sok tahu’ dengan hanya mengira-ira apa itu porfiria.

Nah, berikut rekap untuk Episode 2. Dengan kasus yang berbeda, dan tentunya penyakit genetik langka yang berbeda.

Episode 2: The Lost City of Idols

Grup suara wanita JeSS tengah melakukan rekaman video musik. Salah satu anggota bernama Gina berulang kali melakukan kesalahan gerakan, dan akhirnya kolaps. Media massa berspekulasi tentang penyebab kematiannya: overdosis dan aborsi.

Det. Kang diminta untuk menangani kasus ini. Dalam konferensi pers, pihak agensi menyatakan bahwa Gina meninggal karena overdosis obat tidur. Pihak keluarga melalui agensi menolak dilakukannya autopsi. Dengan adanya penolakan terhadap autopsi, det. Kang merasa ada sesuatu yang aneh di sini.
Dalam tubuh Gina memang ditemukan jejak obat tidur Zolpidem. Tetapi, sangat kecil kemungkinan untuk terjadi kematian akibat efek sampingnya. Tim forensik Jin-u menyimpulkan ada sesuatu yang berusaha ditutupi oleh keluarga dan pihak agensi.

Det. Kang berusaha keras meyakinkan ayah korban untuk memberi izin autopsi, tetapi gagal. Sementara itu, Jin-u menempuh cara lain dengan menemui seorang jaksa yang menangani suatu kasus malpraktik dan diambang kekalahan. Ia membuat kesepakatan dengan jaksa itu. Jin-u akan membantu kasus tersebut jika sang jaksa mau membantu urusannya. Akhirnya, kejaksaan mengeluarkan perintah autopsi, meskipun dr. Choi memarahi Jin-u karena tidak mengikuti prosedur.

Selesai autopsi, dr. Choi menyatakan korban mengalami acute blood poisoning (keracunan darah akut). Keracunan darah disebabkan oleh adanya agen infeksi yang masuk ke dalam darah, bisa berupa parasit, bakteri, ataupun virus. Peristiwa ini disebut juga sebagai sepsis, atau istilah resmi dalam dunia medisnya septicemia.
Dr Choi mendeskripsikan semua saraf vasomotor korban pecah. Edema (pembengkakan) pada arteri optalmik internal (arteri mata internal) disebabkan oleh pendarahan internal. Pecahnya arteri merusak serabut saraf. Karenanya, pada saat kematian, korban mengalami serangan kejang yang ekstrim. Saat itu, diduga suhu tubuh korban mencapai 40°C. Dugaan sementara, infeksi viruslah yang mengawali rangkaian proses tersebut.
Jin-u menyarankan untuk dilakukan biopsi (pemeriksaan irisan jaringan tubuh dengan mikroskop), karena kekakuan yang terjadi pada otot terlihat kronis (telah terjadi dalam waktu lama) dan tersebar tidak merata di tubuh korban.

Direktur agensi ternyata telah memaksa orang tua Gina untuk menolak autopsi setelah memberi mereka fakta palsu bahwa Gina hamil (di luar nikah). Ia berdalih hanya ingin menghormati korban dengan tidak melakukan autopsi. Bukan ia melalaikan kesehatan idol asuhannya, tetapi para idol itulah yang menolak pergi ke rumah sakit, karena mereka tidak ingin sedetikpun tertinggal dari pesaingnya.

Pemeriksaan berikutnya mengungkap jenis virus tersebut adalah: virus influenza. Yap, tepat sekali apa yang Anda pikirkan. Virus influenza umumnya tidak letal. Hasil pemeriksaan lainnya juga menyatakan adanya kandungan protein dan jumlah sel yang berlebihan di dalam cairan tulang belakang korban. Maka Jin-u dan det. Kang memperluas penyelidikan. Di tempat tinggal Gina, Han Jin-u menemukan plester yang biasa ditempelkan setelah dilakukan injeksi/ penyuntikan. Ini mengindikasikan Gina pernah pergi ke rumah sakit tidak lama sebelumnya. Mengapa plester itu menempel rapi di tempat sampah yang kosong, bukannya menempel secara sembarangan atau terbuang bersama sampah yang lain, rasanya tak penting untuk dipertanyakan di sini.

Salah satu anggota grup, Ashley, yang awalnya ragu-ragu, akhirnya memberi kesaksian bahwa belakangan Gina tampak kehilangan kontrol tubuhnya, tetapi direktur tidak mempedulikan hal ini. Direktur memperlakukan Gina dengan buruk, mengingkari janji untuk menjadikan Gina penyanyi solo, bahkan membuat rumor tentang kehamilan Gina. Ashley memberikan perekam milik Gina yang berisi rekaman pertengkaran antara Gina dengan direktur. Dalam percakapan itu juga terdapat indikasi bahwa sang direktur melakukan tindak asusila terhadap Ashley.

Det. Kang berhasil melacak rumah sakit tempat Gina mendapat perawatan. Dokter di sana mengaku memberikan vaksin flu KUflu32 kepada Gina yang diantar oleh manajernya. Ini berarti pihak agensilah yang membawa Gina ke rumah sakit untuk mendapatkan vaksinasi.

Berdasarkan hasil autopsi, pemeriksaan, dan petunjuk lainnya, Jin-u menduga Gina adalah penderita Sindrom Guillain-Barre. Penyakit genetik langka ini termasuk ke dalam kelompok penyakit autoimun. Penyakit autoimun terjadi ketika sel darah putih yang semestinya hanya menyerang substansi asing yang masuk ke tubuh, malah menghancurkan sel-sel tubuh sendiri. Dalam Sindrom Guillain-Barre, yang diserang adalah sel-sel saraf tepi yang menghubungkan sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) dengan alat gerak (tangan dan kaki). Sindrom ini terdapat dalam beberapa tipe yang dikelompokkan berdasarkan bagian saraf tepi yang terlibat. Tipe yang paling umum adalah acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP). Pada tipe ini, sistem imun menyerang myelin, yaitu selubung sel saraf yang mempercepat hantaran sinyal saraf.

Jin-u menjelaskan, karena hal itu korban mengalami kekakuan otot, dan tingkat ketahanan tubuh menurun. Jika dalam kondisi ini terjadi serangan virus, maka akan berakibat fatal. Dalam kasus Gina, serangan virus yang memicu reaksi adalah vaksin yang diberikan kepadanya. Vaksin KUflu32 adalah vaksin yang mengandung virus hidup, yang bisa meninfeksi dan memperbanyak diri dalam tubuh. Pada orang yang memiliki ketahanan tubuh normal, vaksin hidup lebih efektif dibandingkan vaksin yang hanya mengandung bagian-bagian dari virus. Tetapi bagi Gina yang ketahanan tubuhnya melemah akibat penyakit autoimun, vaksin ini mengantarnya pada ujung kehidupan.

Prosesnya demikian:

Masuknya virus hidup ke tubuh Gina mengaktifkan sistem imunnya secara berlebihan (ditandai dengan kandungan protein dan jumlah sel yang terlalu banyak dalam cairan tulang belakang). Tetapi bukannya menyerang virus, sistem imun tubuh yang teraktivasi justru menyerang sel-sel saraf. Sementara sarafnya mengalami kekakuan bertahap, virus tetap bebas menyerang sel yang lain, masuk ke pembuluh darah menyebabkan kondisi sepsis (keracunan darah akut) di mana suhu tubuh meningkat, kejang-kejang, dan akhirnya kematian.


Direktur agensi mengelak bertanggung jawab terhadap insiden ini dengan alasan ia tidak mengetahui hal tersebut. Jin-u memaparkan bukti bahwa saat Gina kolaps di sebuah acara di New York, pihak rumah sakit telah mengirimkan hasil pemeriksaan menyeluruh yang disertai peringatan untuk tidak memberikan vaksinasi terhadap Gina, khususnya vaksin hidup. Bahkan, setelah itu direktur mengelak dengan mengatakan ia mengira email berbahasa Inggris sebagai spam dan langsung menghapusnya. Det. Kang membantahnya dengan menyebutkan adanya jejak elektronik bahwa direktur telah membuka email itu. Masih berusaha melepaskan diri, direktur menyentak bahwa ia bisa jadi membuka, tetapi tidak membacanya. Det. Kang menyodorkan fakta bahwa direktur mengirimkan email itu ke dr. Kim untuk diterjemahkan. Terjemahannya telah dikirim kembali via email. Bahkan dr. Kim menyimpan salinannya untuk memeras sang direktur. Ha. Pesan moral: belajar Bahasa Inggris dan istilah medis, ada juga pentingya ^^

Cerita dilanjutkan dengan sesi dialog antara Jin-u dan dekter senior yang dipanggilnya Seonsaeng-nim (Profesor). Sesi ini terasa seperti sesi konseling, di mana Jin-u mengungkapkan hal-hal yang mengganjal di pikirannya. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa ia jawab dengan kejeniusannya. Pertanyaan yang tidak terjawab bahkan setelah dia menguasai teknik robotik, menjadi dokter muda yang memiliki kemampuan pembedahan mumpuni, serta mendapatkan gelar MD (Medical Doctor). Pertanyaan yang dapat dijawab seiring bertambahnya usia.

Jin-u: Seiring menuanya seseorang, bukankah seharusnya ia menjadi lebih dermawan?
Profesor: Benar, tetapi tidak banyak yang seperti itu. Seiring bertambahnya usia, mereka berpegang lebih kuat, dengan susah payah dan putus asa.
Jin-u: Apakah itu insting?
Profesor: Hewan mengambil hanya yang diperlukannya. Itulah hukumnya.
Jin-u: Tetapi manusia, bahkan mencuri apa yang dimiliki generasi mudanya.
Profesor: Itulah mengapa, manusia adalah satu-satunya mutan yang melawan (aturan) alam. Kita masih bisa berevolusi lebih lanjut.

Di tengah perenungannya sendiri di dalam kamar, Jin-u mengalami serangan sakit kepala. Sakitnya meringan segera setelah ia meraih obat dan memakannya. Han Jin-u, dokter muda jenius penasehat tim forensik Universitas Hankuk, memiliki rahasianya sendiri.

***
Episode ini banyak menyindir bagaimana dunia industri hiburan Korea Selatan mengeksploitasi para idol. Hal ini sudah bukan rahasia. Para idol adalah mereka yang berlatih dan bekerja dengan sangat keras, menghadapi persaingan industri hiburan yang ketat, menjad mesin uang agensi. Kendali agensi terhadap idol digambarkan sangat berlebihan, bahkan melebihi orang tua idol itu sendiri. Di lain pihak, kesehatan idol tidak diperhatikan dengan baik. Ini tampak dari tidak dihentikannya syuting meskipun sang idol demam tinggi. Sang idol sendiri tidak diberikan informasi tentang penyakit yang dideritanya. Jin-u juga mengomentari bahwa tempat berlatih grup JeSS tidak dilengkapi ventilasi yang baik. Kejamnya lagi, jika sang idol sudah tidak lagi dianggap menguntungkan agensi, ia akan didepak. Memang tidak semuanya bernasib demikian, tetapi hukum ‘pemenang mendapatkan semuanya’ berlaku di sini. Mereka yang kalah dalam persaingan, akan menempati ‘kasta’ terbawah dan semakin terpuruk.
Penulis skenario menyisipkan pandangannya melalui komentar det. Kang tentang tolak belakang antara bagaimana para gadis diminta untuk berpakaian minim dan menari –yang menurutnya dapat memicu lolita kompleks- dengan adanya kekhawatiran akan tindak pemerkosaan dan pelecehan seksual. Anda bisa berpendapat lain, tetapi saya termasuk yang berpendapat bahwa saya tidak bisa mengubah semua laki-laki agar berpikiran bersih. Menutup tubuh adalah hak saya untuk menjaga apa yang bagi saya berharga. Sama seperti saya menutup dan mengunci pintu rumah sebelum bepergian.


Referensi:

Sabtu, 24 Agustus 2013

God’s Quiz Musim 1 Episode 1



Rupanya sulit untuk menutup ingatan akan drama satu ini. Dan jika terbengkalai di dalam otak, sama saja waktu berjam-jam yang saya habiskan untuk menonton dan menonton ulang serial ini, menjadi sia-sia. Karenanya, saya ingin membagi memori tersebut kepada orang lain. Jika tidak ada yang membacanya, setidaknya saya menuangkannya dalam bentuk yang lebih nyata, bukan angan-angan.
Saya sempat terpengaruh komentar yang mengecap seseorang yang menanggapi serius dialog ‘ilmiah’ suatu drama sebagai orang yang kurang kerjaan. Tetapi, kalau dipikir-pikir, jika saya tinggal diam setiap kali menemukan kekurangtepatan penggunaan jargon ilmiah, maka sama saja saya menerimanya sebagai hal yang benar. Saya melakukan pembiaran. Saya membuat bodoh diri sendiri.
Jadi, singkat kata, mudah-mudahan artikel sederhana ini bisa menjadi teman menonton God’s Quiz.

Episode 1

Seorang pria dalam balutan celana dan jaket hitam bertudung berlari tergopoh-gopoh di tengah hutan. Ia lalu terjatuh dari tebing dan mendarat di atas tupukan batu-batu besar dengan punggungnya. Susah payah ia merayapi bebatuan itu. Terik mentari sangat menyiksanya, dan iapun tak sadarkan diri. Dari dekat tampak seperti luka bakar di wajah dan tangannya. Gigi taringnya tersembul dari mulut, dan rambut-rambut pendek tumbuh di telapak tangan.

Adegan berikutnya menunjukkan kesibukan tim olah TKP kepolisian menjaga dan mengambil sampel dari tempat itu. Tubuh Sang Pria tergolek di atas batu.
Selanjutnya kita dibawa ke Kantor Pemeriksa Medis (=koroner=pemeriksa mayat) Rumah Sakit Hankuk, yang bekerja sama dengan pihak kepolisian. Tertulis pada layar:

Laboratorium Penyelidikan dan Ilmu Kriminal Nasional mendirikan Kantor Ahli Forensik regional di 5 rumah sakit universitas. Dari kelimanya, hanya satu di Universitas Hankuk yang menangani kasus terkait dengan penyakit langka dan memiliki hak penyelidikan mandiri.

Setting berpindah ke sebuah kamar operasi yang sibuk. Seorang dokter yang masih muda memimpin operasi itu. Ia disebut Profesor oleh rekannya, yang menanyakan apakah ia benar-benar tidak akan kembali lagi. Dengan ceria dan yakin ia menjawab, tidak akan, selamanya.

Sejurus berikutnya, ia berjalan dengan membawa kardus berisi barang –adegan klise yang menyimbolkan perpindahan tempat kerja- bersama seorang dokter yang tampak lebih senior. Ia terus berbicara, menyatakan rasa senang karena akhirnya lepas dari bau darah dan obat, dan lain sebagainya. Satu frase saja untuk menggambarkan karakter tokoh utama ini: muda dan cerewet.
Ia tampak terkejut ketika dokter senior itu mengenalkannya kepada dr. Cho, yang dideskripsikan sebagai dokter bedah autopsi terbaik di Korea. Hah. Selain dua coroner lain, ada pula detektif Kang Kyeong-hui yang dikirim dari kepolisian. Dokter muda itu diperkenalkan sebagai Han Ji-u yang mulai saat itu akan bertindak sebagai penasihat tim. Menilik dari ekspresi terkejut di wajahnya, posisi ini bukanlah yang Jin-u harapkan.
Benar saja, ia segera protes dan merajuk pada dokter senior yang membawanya ke sana. Han Ji-u didesak untuk menurut saja, mencobanya selama satu bulan, dan akan dipindah jika memang tidak suka.
Adegan berlanjut ke sesi pemeriksaan mayat. Ingat, nantinya akan ada adegan pembedahan, pengambilan dan penimbangan organ. Mungkin sebagian Anda akan mual-mual melihatnya.

Mayat di atas meja autopsi adalah pria berjaket hitam di awal adegan. Bekas jahitan berbentuk Y di dada hingga perut korban menunjukkan ini bukanlah pemeriksaan pertama terhadap mayat itu. Salah satu koroner mendeskripsikan bahwa waktu kematian korban antara 35-40 jamIa jatuh dan terbentur di tulang belakangnya. Kepalanya membentur batu menyebabkan rahang pecah dan semua gigi depannya lepas. Saya suka ilustrasi ala video X-ray yang menggambarkan letak-letak patah tulang dengan jelas. Impresif. Hanya saja ada yang tidak sinkron di sini. Korban jatuh pada punggungnya, tetapi bagian kepala membentur dari sisi samping, yang hanya mungkin terjadi jika korban jatuh telungkup. Okelah, kita abaikan itu.
Semua tim menganalisa dengan ekspresi biasa, kecuali Han Jin-u yang tampak tidak nyaman dengan aktivitas ini.
Tim koroner menyimpulkan bahwa penyebab kematian bukanlah karena korban terjatuh, tetapi disebabkan oleh infark miokardial akut, yang berujung pada terhentinya kerja jantung. Tetapi, tim belum bisa menyimpulkan apa yang memicu serangan jantung tersebut.
Luka bakar yang ada di tubuh korban diduga bukan disebabkan oleh api, tetapi karena terbakar matahari, dalam keparahan yang tidak biasa. Pemeriksaan itu tidak menemukan hal yang berbeda dari pemeriksaan pertama.
Han Jin-u berceletuk bahwa ini bukan serangan jantung normal. Dengan gayanya yang sarkatis ia menunjukkan bahwa serangan jantung ini tidak disebabkan oleh infark miokardial. Ia tidak melihat adanya clotting (penggumpalan) pada arteri koronaria. Untuk informasi, infark miokardia disebabkan oleh kematian sel-sel otot jantung, yang biasanya tampak sebagai bercak-bercak putih pada otot jantung. Kematian sel ini dipicu oleh tersumbatnya arteri koronaria yang mensuplai darah ke sel-sel otot jantung.
Singkatnya, proses infark miokardia adalah sebagai berikut:

arteri koronaria tersumbat> suplai darah ke bagian-bagian jantung terhenti> sel-sel jantung kurang makanan> sel-sel mati (bercak putih)> serangan jantung

Jadi, Han Ji-u menyimpulkan demikian mungkin karena ia tidak melihat adanya bercak-bercak putih tersebut pada otot jantung korban. Tapi tentu saja, pemeriksaan yang lebih akurat untuk membuktikan ada tidaknya penyumbatan ini adalah dengan mengambil irisan jantung dan mengamatinya dengan mikroskop. Itulah mengapa dr. Choi menghardik Jin-u, memangnya matamu itu mikroskop?! Bukan Jin-u kalau ia ciut. Karakter yang satu ini punya kepercayaan diri yang meluap-luap.

Sekarang giliran Detektif Kang memaparkan kehidupan korban. Kebetulan nama keluarga korban juga Kang, jadi jangan sampai bingung karena hal ini. Ia hidup sendirian, dan tempat ia jatuh berjarak cukup jauh dari tempatnya tinggal. Det. Kang menduga ada perkelahian sebelum korban terjatuh, karena jaketnya ditemukan di dekat TKP. Bisa jadi korban bukan terjatuh, tetapi didorong oleh seseorang.
dr. Choi menugaskan Jin-u untuk menyelidiki ke tempat tinggal korban bersama det. Kang. Jin-u keberatan, tetapi dokter senior yang tampak dihormatinya itu menegaskan bahwa ia harus ikut. Penyelidikan terhadap mayat tidak bisa hanya menyandarkan pada pemeriksaan terhadap tubuh saja. Petunjuk bisa diperoleh dari sejarah keluarga, gaya hidup, juga tempat korban makan dan tidur. Dan ini bukan hanya tugas detektif, tetapi juga dokter yang menangani kasus itu. Jlebb!

Intermezzo: rupanya saya tengah bersemangat. Belum seperempat dari durasi episode 1, rekap sudah sepanjang ini.

Det. Kang berusaha memegang kendali penyelidikan dengan menerapkan aturan-aturan. Dari peraturan itu, seolah Det. Kang menyamakan Jin-u seperti anak kecil yang bisa terlalu aktif dan berpotensi mengacaukan penyelidikan. Pada dasarnya, kepribadian Han Jin-u yang selalu menyahut pembicaraan sering membuat kesal tidak hanya det. Kang, tapi juga dr. Choi.
Det. Kang dan Han Jin-u menyelidiki kediaman korban, memeriksa TKP, dan berbicara dengan penduduk di sekitar tempat tinggalnya. Jin-u mencatat beberapa petunjuk dari rumah korban. Seorang penduduk mendeskripsikan penampilan dan perilaku aneh korban. Seorang lagi mengklaim korban telah melakukan sesuatu terhadap anak perempuannya. Tetapi, det. Kang segera menemukan ada ketidaksesuaian dalam pernyataan penduduk, karena korban hanya keluar malam, sedangkan kejadian yang menimpa anak  perempuan itu ada di siang hari. Dari sini kita tahu, bahwa det. Kang adalah detektif yang bisa diandalkan.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium (yah, di sini saya kurang puas dengan penggunaan ilustrasinya. Penjelasan dan ilustrasi terasa tidak sinkron. Gambar di monitor lebih mirip ilustrasi jaringan hepar/ hati, tetapi dialog yang dibawakan Jin-u saat memperhatikan layar itu adalah tentang kerusakan kulit korban), Han Jin-u menyimpulkan bahwa serangan jantung bukan disebabkan oleh infark miokardia akut/ tiba-tiba, tetapi merupakan aritmia (ketidaknormalan detak jantung) yang disebabkan oleh abnormalitas sistem saraf autonom. Terjadi paralisis saraf yang berdampak pada kinerja jantung. Dari fakta ini det. Kang menyatakan terdapat kemungkinan pembunuhan tak terencana, dan menyarankan untuk menyelidiki perlakuan penduduk desa terhadap korban.
Penyelidikan terus mengalami kemajuan dengan ditemukannya petunjuk-petunjuk oleh det. Kang dan Han Jin-u yang melakukan penyelidikan secara terpisah, maupun bersama.
Dari semua petunjuk yang terkumpul, Jin-u menyadari bahwa korban menderita penyakit langka yang disebut Porphyria (porfiria).
Ringkasnya adalah sebagai berikut:

Porfiria adalah sekumpulan penyakit yang dicirikan dengan adanya penumpukan profirin dalam tubuh. Penumpukan porfirin disebabkan oleh gangguan pembentukan heme di sumsum tulang belakang dan di hati. Heme memiliki beragam fungsi, di antaranya menjaga hati tetap berfungsi normal dan merupakan bagian dari hemoglobin. Hemoglobin adalah komponen sel darah merah yang membawa oksigen.
Porfiria digolongkan menjadi tipe akut yang mempengaruhi sistem saraf (menyebabkan sakit di daerah perut, muntah, mati rasa, dan gangguan mental) dan tipe kutaneus yang mempengaruhi kulit (menyebabkan memar, gatal, dan bengkak). Ada pula porfiria yang meliputi keduanya, dan merupakan porfiria bawaan yang paling langka.

Sementara itu, Han Jin-u menjelaskan bahwa porfiria disebabkan oleh kegagalan perombakan darah. Bagian ini kurang tepat.  Porfiria disebabkan oleh gangguan pada saat pembentukan darah. Gejala yang dipaparkan Han Jin-u adalah anemia, sakit perut, mual, dan penurunan tekanan darah. Ini berdampak lanjut pada memucatnya kulit dan kencing darah. Kulit membentuk gelembung (terbakar) jika terpapar cahaya matahari. Sebagian pasien mengalami pertumbuhan rambut tubuh yang berlebihan dan terjadi perubahan bentuk rahang karena gigi memanjang. Ciri-ciri tersebut membuat penyakit ini juga disebut ‘Dracula Disease’.
Perlu dicatat bahwa tidak semua porfiria menunjukkan ciri-ciri drakula. Gejala yang dipaparkan oleh han Jin-u tersebut paling dekat dengan gejala porfiria yang disebut Gunther disease (Congenital Erythropoietic Porphyria=CEP). Penyakit ini adalah porfiria yang paling langka, secara internasional hanya terdapat 200 kasus. Beberapa sumber yang saya periksa tidak menyebutkan adanya pemanjangan gigi sebagai gejala penyakit, hanya perubahan warna gigi menjadi cokelat. Tidak disebutkan pula bahwa penyakit ini punya nama populer Dracula Disease. Sebutan Dracula Disease mungkin lebih tekait dengan sikap penderita yang menghindari matahari. Atau mungkin juga bagian dari efek dramatisasi serial ini.
Kembali pada kasus kita, Jin-u menggambarkan bahwa setelah korban terjatuh, ia  terpapar matahari yang bersinar terik. Tetapi, dengan kondisi tulang belakangnya remuk, ia tidak bisa bergerak menuju tempat berrteduh. Sakit yang dirasakan di kulit dan sarafnya menyebabkan shock, yang berlanjut pada aritmia dan terhentinya jantung.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, mengapa seorang yang sudah tahu tentang penyakitnya, keluar rumah pada siang hari yang terik, hanya menggunakan pakaian tanpa membawa pelindung yang lain. Pertanyaan lainnya adalah, bagaimana ia terjatuh.
Sedikit intermeso mengungkapkan bahwa sebelum menjadi dokter, Jin-u adalah ahli teknik robotik. Aha, rupanya dia seorang jenius. Ini sejalan dengan kepribadiannya yang super-percaya diri.
Penyelidikan selanjutnya mengungkapkan korban bukanlah orang yang jahat seperti diceritakan warga. Ia justru sangat peduli dan berteman baik dengan anak perempuan di awal cerita. Tuduhan buruk terhadap korban adalah bagian dari konspirasi warga dan developper untuk mengusir korban dari desa tersebut. Korban terjatuh saat disudutkan warga. Warga yang berkonspirasi sengaja tidak menolongnya, bahkan memaksa anak perempuan yang ditolong korban untuk tutup mulut.

Di akhir episode, telah terbangun pengertian antara Jin-u dengan det. Kang dan dr. Choi. Dalam sulih suara dialog penutup, dokter senior menanyakan keputusan Jin-u apakah tetap ingin keluar. Jin-u menjawab, tidak.

Jin-u: Untuk pertama kalinya dalam hidup, saya merasa menemukan buku teks terbesar. Sangat sulit untuk sekedar membalikkan halamannya, dan jikapun bisa sangat sulit untuk membacanya. Apa sebenarnya yang membuatnya sangat sulit? Saya ingin mengetahuinya.
Dokter senior: Saya paham apa yang kamu maksud. Masalah yang harus kamu pecahkan dalam setiap kasus itu seperti kuis dari tuhan. Kuis yang dibuat agar manusia yang arogan tidak menjadi terlalu membanggakan diri. Tuhan menciptakannya dengan tujuan. Tetapi dalam kuis ini tidak ada petunjuknya. Itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus kamu pecahkan selamannya. PR yang sangat brutal.

Dunia investigasi forensik dalam drama ini rupanya dianalogikan sebagai kuis dari tuhan, yang bahkan seorang jenius seperti Han Jin-u merasa kesulitan memecahkannya. Setiap satu pertanyaan terjawab, muncul pertanyaan yang lain. Bahkan, hingga akhirnya suatu kasus terpecahkanpun, masih tetap tersisa tanda tanya dalam hati: Mengapa tuhan membuat semua ini terjadi?

Yep, itulah God’s Quiz musim 1 episode 1. Lepas dari semua kekurangannya, saya mengapresiasi niat produser untuk mengangkat berbagai macam penyakit langka, yang jarang diperhatikan orang. Sebagiannya dianggap orang awam sebagai kutukan, nasib sial dalam keluarga, atau superstisi lainnya. Secara ekonomi, penderita menjadi beban keluarga, karena pengobatannya menelan biaya yang besar. Sebagian lagi belum berhasil ditemukan obatnya. Mungkin penderita tidak ada di sekitar kita, tapi mereka ada di suatu tempat di bumi ini. Mereka dan keluarganya berjuang untuk menyambung harapan hidup.
Dan tentu saja, saya terkesan dengan Ryu Deok-hwan.

Catatan akhir: pada tahun 1998 telah dilaporkan kesuksesan transplantasi sumsum tulang belakang untuk mengobati penyakit Gunther Disease.

Referensi: