Rupanya
sulit untuk menutup ingatan akan drama satu ini. Dan jika terbengkalai di dalam
otak, sama saja waktu berjam-jam yang saya habiskan untuk menonton dan menonton ulang
serial ini, menjadi sia-sia. Karenanya, saya ingin membagi memori tersebut kepada
orang lain. Jika tidak ada yang membacanya, setidaknya saya menuangkannya dalam
bentuk yang lebih nyata, bukan angan-angan.
Saya
sempat terpengaruh komentar yang mengecap seseorang yang menanggapi serius
dialog ‘ilmiah’ suatu drama sebagai orang yang kurang kerjaan. Tetapi, kalau
dipikir-pikir, jika saya tinggal diam setiap kali menemukan kekurangtepatan
penggunaan jargon ilmiah, maka sama saja saya menerimanya sebagai hal yang
benar. Saya melakukan pembiaran. Saya membuat bodoh diri sendiri.
Jadi,
singkat kata, mudah-mudahan artikel sederhana ini bisa menjadi teman menonton
God’s Quiz.
Episode 1
Seorang
pria dalam balutan celana dan jaket hitam bertudung berlari tergopoh-gopoh di
tengah hutan. Ia lalu terjatuh dari tebing dan mendarat di atas tupukan
batu-batu besar dengan punggungnya. Susah payah ia merayapi bebatuan itu. Terik
mentari sangat menyiksanya, dan iapun tak sadarkan diri. Dari dekat tampak
seperti luka bakar di wajah dan tangannya. Gigi taringnya tersembul dari mulut,
dan rambut-rambut pendek tumbuh di telapak tangan.
Adegan berikutnya menunjukkan kesibukan tim olah TKP kepolisian menjaga dan mengambil sampel dari tempat itu. Tubuh Sang Pria tergolek di atas batu.
Selanjutnya
kita dibawa ke Kantor Pemeriksa Medis (=koroner=pemeriksa mayat) Rumah Sakit
Hankuk, yang bekerja sama dengan pihak kepolisian. Tertulis pada layar:
Laboratorium Penyelidikan dan Ilmu Kriminal Nasional mendirikan Kantor Ahli Forensik regional di 5 rumah sakit universitas. Dari kelimanya, hanya satu di Universitas Hankuk yang menangani kasus terkait dengan penyakit langka dan memiliki hak penyelidikan mandiri.
Setting berpindah ke sebuah kamar operasi yang sibuk. Seorang dokter yang masih muda
memimpin operasi itu. Ia disebut Profesor oleh rekannya, yang menanyakan apakah
ia benar-benar tidak akan kembali lagi. Dengan ceria dan yakin ia menjawab,
tidak akan, selamanya.
Sejurus berikutnya, ia berjalan dengan membawa kardus berisi barang –adegan klise yang menyimbolkan perpindahan tempat kerja- bersama seorang dokter yang tampak lebih senior. Ia terus berbicara, menyatakan rasa senang karena akhirnya lepas dari bau darah dan obat, dan lain sebagainya. Satu frase saja untuk menggambarkan karakter tokoh utama ini: muda dan cerewet.
Ia tampak
terkejut ketika dokter senior itu mengenalkannya kepada dr. Cho, yang
dideskripsikan sebagai dokter bedah autopsi terbaik di Korea. Hah. Selain dua
coroner lain, ada pula detektif Kang Kyeong-hui yang dikirim dari kepolisian.
Dokter muda itu diperkenalkan sebagai Han Ji-u yang mulai saat itu akan
bertindak sebagai penasihat tim. Menilik dari ekspresi terkejut di wajahnya,
posisi ini bukanlah yang Jin-u harapkan.
Benar
saja, ia segera protes dan merajuk pada dokter senior yang membawanya ke sana.
Han Ji-u didesak untuk menurut saja, mencobanya selama satu bulan, dan akan
dipindah jika memang tidak suka.
Adegan
berlanjut ke sesi pemeriksaan mayat. Ingat, nantinya akan ada adegan
pembedahan, pengambilan dan penimbangan organ. Mungkin sebagian Anda akan
mual-mual melihatnya.
Mayat di atas meja autopsi adalah pria berjaket hitam di awal adegan. Bekas jahitan berbentuk Y di dada hingga perut korban menunjukkan ini bukanlah pemeriksaan pertama terhadap mayat itu. Salah satu koroner mendeskripsikan bahwa waktu kematian korban antara 35-40 jamIa jatuh dan terbentur di tulang belakangnya. Kepalanya membentur batu menyebabkan rahang pecah dan semua gigi depannya lepas. Saya suka ilustrasi ala video X-ray yang menggambarkan letak-letak patah tulang dengan jelas. Impresif. Hanya saja ada yang tidak sinkron di sini. Korban jatuh pada punggungnya, tetapi bagian kepala membentur dari sisi samping, yang hanya mungkin terjadi jika korban jatuh telungkup. Okelah, kita abaikan itu.
Semua tim
menganalisa dengan ekspresi biasa, kecuali Han Jin-u yang tampak tidak nyaman
dengan aktivitas ini.
Tim koroner
menyimpulkan bahwa penyebab kematian bukanlah karena korban terjatuh, tetapi
disebabkan oleh infark miokardial akut, yang berujung pada terhentinya kerja jantung.
Tetapi, tim belum bisa menyimpulkan apa yang memicu serangan jantung tersebut.
Luka bakar
yang ada di tubuh korban diduga bukan disebabkan oleh api, tetapi karena
terbakar matahari, dalam keparahan yang tidak biasa. Pemeriksaan itu tidak
menemukan hal yang berbeda dari pemeriksaan pertama.
Han Jin-u berceletuk
bahwa ini bukan serangan jantung normal. Dengan gayanya yang sarkatis ia
menunjukkan bahwa serangan jantung ini tidak disebabkan oleh infark miokardial.
Ia tidak melihat adanya clotting (penggumpalan) pada arteri koronaria.
Untuk informasi, infark miokardia disebabkan oleh kematian sel-sel otot
jantung, yang biasanya tampak sebagai bercak-bercak putih pada otot jantung.
Kematian sel ini dipicu oleh tersumbatnya arteri koronaria yang mensuplai darah
ke sel-sel otot jantung.
Singkatnya,
proses infark miokardia adalah sebagai berikut:
arteri koronaria tersumbat> suplai darah ke bagian-bagian jantung terhenti> sel-sel jantung kurang makanan> sel-sel mati (bercak putih)> serangan jantung
Jadi, Han
Ji-u menyimpulkan demikian mungkin karena ia tidak melihat adanya bercak-bercak
putih tersebut pada otot jantung korban. Tapi tentu saja, pemeriksaan yang
lebih akurat untuk membuktikan ada tidaknya penyumbatan ini adalah dengan mengambil
irisan jantung dan mengamatinya dengan mikroskop. Itulah mengapa dr. Choi
menghardik Jin-u, memangnya matamu itu mikroskop?! Bukan Jin-u kalau ia ciut.
Karakter yang satu ini punya kepercayaan diri yang meluap-luap.
Sekarang giliran Detektif Kang memaparkan kehidupan korban. Kebetulan nama keluarga korban juga Kang, jadi jangan sampai bingung karena hal ini. Ia hidup sendirian, dan tempat ia jatuh berjarak cukup jauh dari tempatnya tinggal. Det. Kang menduga ada perkelahian sebelum korban terjatuh, karena jaketnya ditemukan di dekat TKP. Bisa jadi korban bukan terjatuh, tetapi didorong oleh seseorang.
dr. Choi
menugaskan Jin-u untuk menyelidiki ke tempat tinggal korban bersama det. Kang.
Jin-u keberatan, tetapi dokter senior yang tampak dihormatinya itu menegaskan
bahwa ia harus ikut. Penyelidikan terhadap mayat tidak bisa hanya menyandarkan
pada pemeriksaan terhadap tubuh saja. Petunjuk bisa diperoleh dari sejarah
keluarga, gaya hidup, juga tempat korban makan dan tidur. Dan ini bukan hanya
tugas detektif, tetapi juga dokter yang menangani kasus itu. Jlebb!
Intermezzo:
rupanya saya tengah bersemangat. Belum seperempat dari durasi episode 1, rekap
sudah sepanjang ini.
Det. Kang
berusaha memegang kendali penyelidikan dengan menerapkan aturan-aturan. Dari
peraturan itu, seolah Det. Kang menyamakan Jin-u seperti anak kecil yang bisa
terlalu aktif dan berpotensi mengacaukan penyelidikan. Pada dasarnya,
kepribadian Han Jin-u yang selalu menyahut pembicaraan sering membuat kesal
tidak hanya det. Kang, tapi juga dr. Choi.
Det. Kang
dan Han Jin-u menyelidiki kediaman korban, memeriksa TKP, dan berbicara dengan
penduduk di sekitar tempat tinggalnya. Jin-u mencatat beberapa petunjuk dari
rumah korban. Seorang penduduk mendeskripsikan penampilan dan perilaku aneh
korban. Seorang lagi mengklaim korban telah melakukan sesuatu terhadap anak
perempuannya. Tetapi, det. Kang segera menemukan ada ketidaksesuaian dalam
pernyataan penduduk, karena korban hanya keluar malam, sedangkan kejadian yang
menimpa anak perempuan itu ada di siang
hari. Dari sini kita tahu, bahwa det. Kang adalah detektif yang bisa
diandalkan.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium (yah, di sini saya kurang puas dengan penggunaan ilustrasinya. Penjelasan dan ilustrasi terasa tidak sinkron. Gambar di monitor lebih mirip ilustrasi jaringan hepar/ hati, tetapi dialog yang dibawakan Jin-u saat memperhatikan layar itu adalah tentang kerusakan kulit korban), Han Jin-u menyimpulkan bahwa serangan jantung bukan disebabkan oleh infark miokardia akut/ tiba-tiba, tetapi merupakan aritmia (ketidaknormalan detak jantung) yang disebabkan oleh abnormalitas sistem saraf autonom. Terjadi paralisis saraf yang berdampak pada kinerja jantung. Dari fakta ini det. Kang menyatakan terdapat kemungkinan pembunuhan tak terencana, dan menyarankan untuk menyelidiki perlakuan penduduk desa terhadap korban.
Penyelidikan
terus mengalami kemajuan dengan ditemukannya petunjuk-petunjuk oleh det. Kang
dan Han Jin-u yang melakukan penyelidikan secara terpisah, maupun bersama.
Dari semua
petunjuk yang terkumpul, Jin-u menyadari bahwa korban menderita penyakit langka
yang disebut Porphyria (porfiria).
Ringkasnya adalah
sebagai berikut:
Porfiria adalah sekumpulan penyakit yang dicirikan dengan adanya penumpukan profirin dalam tubuh. Penumpukan porfirin disebabkan oleh gangguan pembentukan heme di sumsum tulang belakang dan di hati. Heme memiliki beragam fungsi, di antaranya menjaga hati tetap berfungsi normal dan merupakan bagian dari hemoglobin. Hemoglobin adalah komponen sel darah merah yang membawa oksigen.Porfiria digolongkan menjadi tipe akut yang mempengaruhi sistem saraf (menyebabkan sakit di daerah perut, muntah, mati rasa, dan gangguan mental) dan tipe kutaneus yang mempengaruhi kulit (menyebabkan memar, gatal, dan bengkak). Ada pula porfiria yang meliputi keduanya, dan merupakan porfiria bawaan yang paling langka.
Sementara
itu, Han Jin-u menjelaskan bahwa porfiria disebabkan oleh kegagalan perombakan
darah. Bagian ini kurang tepat. Porfiria
disebabkan oleh gangguan pada saat pembentukan darah. Gejala yang dipaparkan
Han Jin-u adalah anemia, sakit perut, mual, dan penurunan tekanan darah. Ini
berdampak lanjut pada memucatnya kulit dan kencing darah. Kulit membentuk
gelembung (terbakar) jika terpapar cahaya matahari. Sebagian pasien mengalami
pertumbuhan rambut tubuh yang berlebihan dan terjadi perubahan bentuk rahang
karena gigi memanjang. Ciri-ciri tersebut membuat penyakit ini juga disebut
‘Dracula Disease’.
Perlu
dicatat bahwa tidak semua porfiria menunjukkan ciri-ciri drakula. Gejala yang
dipaparkan oleh han Jin-u tersebut paling dekat dengan gejala porfiria yang
disebut Gunther disease (Congenital Erythropoietic Porphyria=CEP). Penyakit ini
adalah porfiria yang paling langka, secara internasional hanya terdapat 200
kasus. Beberapa sumber yang saya periksa tidak menyebutkan adanya pemanjangan
gigi sebagai gejala penyakit, hanya perubahan warna gigi menjadi cokelat. Tidak
disebutkan pula bahwa penyakit ini punya nama populer Dracula Disease. Sebutan Dracula Disease mungkin lebih tekait dengan sikap
penderita yang menghindari matahari. Atau mungkin juga bagian dari efek
dramatisasi serial ini.
Kembali
pada kasus kita, Jin-u menggambarkan bahwa setelah korban terjatuh, ia terpapar matahari yang bersinar terik.
Tetapi, dengan kondisi tulang belakangnya remuk, ia tidak bisa bergerak menuju
tempat berrteduh. Sakit yang dirasakan di kulit dan sarafnya menyebabkan shock,
yang berlanjut pada aritmia dan terhentinya jantung.
Yang
menjadi pertanyaan sekarang adalah, mengapa seorang yang sudah tahu tentang
penyakitnya, keluar rumah pada siang hari yang terik, hanya menggunakan pakaian
tanpa membawa pelindung yang lain. Pertanyaan lainnya adalah, bagaimana ia
terjatuh.
Sedikit
intermeso mengungkapkan bahwa sebelum menjadi dokter, Jin-u adalah ahli teknik
robotik. Aha, rupanya dia seorang jenius. Ini sejalan dengan kepribadiannya
yang super-percaya diri.
Penyelidikan
selanjutnya mengungkapkan korban bukanlah orang yang jahat seperti diceritakan
warga. Ia justru sangat peduli dan berteman baik dengan anak perempuan di awal
cerita. Tuduhan buruk terhadap korban adalah bagian dari konspirasi warga dan
developper untuk mengusir korban dari desa tersebut. Korban terjatuh saat
disudutkan warga. Warga yang berkonspirasi sengaja tidak menolongnya, bahkan
memaksa anak perempuan yang ditolong korban untuk tutup mulut.
Di akhir
episode, telah terbangun pengertian antara Jin-u dengan det. Kang dan dr. Choi.
Dalam sulih suara dialog penutup, dokter senior menanyakan keputusan Jin-u
apakah tetap ingin keluar. Jin-u menjawab, tidak.
Jin-u: Untuk pertama kalinya dalam hidup, saya merasa menemukan buku teks terbesar. Sangat sulit untuk sekedar membalikkan halamannya, dan jikapun bisa sangat sulit untuk membacanya. Apa sebenarnya yang membuatnya sangat sulit? Saya ingin mengetahuinya.Dokter senior: Saya paham apa yang kamu maksud. Masalah yang harus kamu pecahkan dalam setiap kasus itu seperti kuis dari tuhan. Kuis yang dibuat agar manusia yang arogan tidak menjadi terlalu membanggakan diri. Tuhan menciptakannya dengan tujuan. Tetapi dalam kuis ini tidak ada petunjuknya. Itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus kamu pecahkan selamannya. PR yang sangat brutal.
Dunia
investigasi forensik dalam drama ini rupanya dianalogikan sebagai kuis dari
tuhan, yang bahkan seorang jenius seperti Han Jin-u merasa kesulitan
memecahkannya. Setiap satu pertanyaan terjawab, muncul pertanyaan yang lain. Bahkan,
hingga akhirnya suatu kasus terpecahkanpun, masih tetap tersisa tanda tanya
dalam hati: Mengapa tuhan membuat semua ini terjadi?
Yep,
itulah God’s Quiz musim 1 episode 1. Lepas dari semua kekurangannya, saya
mengapresiasi niat produser untuk mengangkat berbagai macam penyakit langka,
yang jarang diperhatikan orang. Sebagiannya dianggap orang awam sebagai
kutukan, nasib sial dalam keluarga, atau superstisi lainnya. Secara ekonomi,
penderita menjadi beban keluarga, karena pengobatannya menelan biaya yang
besar. Sebagian lagi belum berhasil ditemukan obatnya. Mungkin penderita tidak
ada di sekitar kita, tapi mereka ada di suatu tempat di bumi ini. Mereka dan
keluarganya berjuang untuk menyambung harapan hidup.
Dan tentu
saja, saya terkesan dengan Ryu Deok-hwan.
Catatan
akhir: pada tahun 1998 telah dilaporkan kesuksesan transplantasi sumsum tulang
belakang untuk mengobati penyakit Gunther Disease.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar