Film ini
seperti disodorkan begitu saja di hadapan saya. Jadi, sebelumnya tidak ada
gambaran mengenai alur ceritanya. Saya mengawali menonton film ini tanpa
mengharapkan akan menemukan sesuatu yang luar biasa.
Kisah
diawali dengan adegan seorang polisi (Jeong Jae-young) yang tengah bersiap
berangkat bertugas, diselingi adegan perampokan di suatu bank. Polisi tadi
adalah petugas lalu lintas, dan ia menghentikan satu mobil yang melanggar lampu
lalu lintas di jalan sepi. Ia tetap menilang pengemudi, meskipun pengemudi
tersebut adalah kepala kepolisian daerah yang baru dipindahtugaskan ke daerah
itu. Si polisi lalu lintas memang dikenal tegas dan tak pandang bulu. Orang
menyebutnya sangat tidak fleksibel dan ‘plek teks-buk’, benar-benar mengikuti
baris demi baris peraturan yang ada di buku panduan. Sikapnya ini bukan muncul
begitu saja. Sebelumnya ia adalah detektif polisi. Ia menyelidiki kasus korupsi
petinggi kota, tetapi langkahnya dihentikan oleh pejabat-pejabat korup, dengan
alasan tidak cukup bukti. Ia sendiri dipindahkan ke bagian lalu lintas.
Sementara
itu, perampokan bank yang kian merajalela membuat kepala kepolisian yang baru
resah. Akhirnya diputuskan untuk mengadakan latihan simulasi perampokan, agar
petugas polisi dan pegawai bank siap menghadapi situasi perampokan yang
sebenarnya. Semua polisi ditentukan peranannya secara acak. Tetapi, polisi lalu
lintas tadi secara khusus diberikan peran perampok oleh kepala polisi. Ia
diminta untuk melaksanakannya dengan baik dan meyakinkan. Kepala polisi
sepertinya ingin memberikan suatu pelajaran pada bawahannya itu setelah peristiwa
penilangan dirinya.
Si Polisi ‘teks-buk’
awalnya agak ragu, tetapi kemudian dengan berat hati menerima peran perampok
tersebut. Ia mulai membaca berbagai buku tentang kejahatan perampokan dan
menyiapkan properti pendukung. Ia benar-benar mempersiapkan diri untuk perannya
itu, seolah-olah akan melakukan perampokan yang sesungguhnya.
Plot
inilah yang membuat saya terjerat oleh film ini. Seorang polisi ‘saklek’ yang
berperan menjadi perampok, apa yang akan terjadi? Tentunya akan menjadi kejutan
untuk Kepala Polisi yang tidak memahami anggotanya itu.
Pak Polisi
‘saklek’, tak menghiraukan saran rekan-rekannya di dalam bank, tetap berusaha
menjalankan peranannya semeyakinkan mungkin. Ia menembak orang-orang yang
berusaha menghalanginya, termasuk dua rekan polisi. Tapi tenang saja, ia tidak benar-benar menembak.
Orang-orang yang dilumpuhkannya hanya diberi label ‘mati’ atau ‘dianiaya’ atau
sejenisnya yang mungkin dilakukan oleh perampok. Di sinilah letak komedinya.
Semua orang di bank mengeluh ini dan itu, tetapi tidak diindahkan. Selayaknya
perampok betulan, ia mengulur-ulur waktu, bernegoisasi, dan merencanakan jalan
untuk meloloskan diri.
Hal ini
membuat para petugas gusar. Kepala Polisi yang tadinya hanya bermaksud
menjadikan simulasi ini semacam pertunjukan bagi para wartawan untuk mendongkrak
namanya, dibuat frustasi oleh keunikan bawahannya itu.
Di sinilah
kualitas film korea terlihat. Dengan alur cerita yang sederhana, mereka mampu
membuat pemirsanya bertahan hingga akhir cerita. Menurut saya, kuncinya ada
pada detail emosi pada tiap karakter.
SS*: aman
Barusan nonton di net tv. Bener-bener film bermutu, sederhana tapi penuh hikmah...salute
BalasHapus