Halaman

Senin, 18 Maret 2013

School 2013






Tahun 2013 baru saja mulai, tetapi sudah ada beberapa drama yang saya selesaikan. Sampai demikianlah tingkat ketagihan yang dialami saat ini. Saya sepakat bahwa beberapa drama layak tonton, tidak benar-benar istimewa memang, dan selebihnya mengecewakan.  School 2013 memberi warna yang menyenangkan di tahun ini. Oleh sebab itulah ia muncul di artikel pertama ini. Drama ini yang muncul pertama kali di pikiran ketika tengah mengingat-ingat drama-drama yang telah dibabat awal tahun ini.
School 2013 adalah musim kelima dari waralaba drama School. Musim pertama hingga keempat tayang di akhir 1990-an hingga awal 2000-an. Drama tersebut telah sukses menelurkan aktor dan aktris yang kini menduduki papan atas dunia seni peran Korea Selatan. Sebutlah di antaranya Jae Hee, Jo In-seong, Kim Rae-won, Kim Nam-gil, Jang Hyuk, Choi Kang-hee, Bae Doo-na, Lee Yo-won, Ha Ji-won. Dengan kesuksesan musim-musim sebelumnya, harapan dan pertanyaan besar menumpuk di hadapan School 2013. Cerita apa yang akan diusung oleh School 2013? Kita sudah bisa membayangkan berbagai topik dan alur klise dari drama sekolahan. Apakah drama ini akan mengurai cerita yang berbeda? Akankah ia terjebak pada klise-klise itu dan menjadi membosankan?
Mengingat segelintir drama Korea bertema SMA, saya agak pesimis sebenarnya. Tidak banyak drama Korea dengan tema ini yang telah saya tonton. Saya tidak tertarik dengan Marmalade Boys. Saya tidak merasa puas terhadap I Am Sam ataupun Master of Study. Mungkin saya terlalu membandingkan-bandingkan dengan drama-drama Jepang bertema serupa. Terlebih lagi, Master of Study adalah remake dari drama Dragon Zakura yang masih menjadi drama bertema sekolah favorit saya. Selain itu, ada keraguan apakah akan bisa menikmati drama bertema sekolah di umur sekian ini.
Tetapi, setelah melihat pemeran-pemerannya, muncul sedikit rasa percaya bahwa drama ini tidak akan membosankan. Setelah menonton episode pertama, keinginan untuk menyelesaikan drama ini tak dapat ditolak. Setiap karakter memiliki busur cerita yang kuat. Busur-busur cerita tersebut terjalin apik tanpa menimbulkan kebingungan maupun kebosanan. Satu hal yang dialami oleh seorang karakter merupakan titik penting yang menjadi awal perubahan pada karakter lain. Kita berpikir, bertanya, penasaran. Kita dipuaskan oleh komposisi yang seimbang antara momen serius, tegang, sweet, dan humor.
Artikel ini adalah ulasan, jadi gaya penulisan di sini tidak runtut dari awal hingga akhir. Bagi yang tidak ingin mendapat bocoran cerita, lebih baik berhenti membaca sampai di sini. Saya sudah memberi peringatan, lho…

 
 Daniel Choi & Jang Nara

Pada awalnya, saya memang belum terkesan dengan kemampuan akting Jang Nara berdasarkan perannya di Baby Face Beauty. Daniel Choi-pun biasa saja di drama itu, juga di The Musical. Perannya yang sangat mengena adalah di film Cyrano Agency dan drama suspense Phantom. Di situ saya angkat topi untuk kemampuan aktingnya. Meski porsi perannya bukan yang terbesar, ia diingat selamanya. Di drama ini, keduanya berperan sebagai guru yang memiliki prinsip bertolak belakang.
Jang Nara (Guru Jung) adalah guru muda yang idealis di Victory High. Ia ingin sekolahan menjadi tempat belajar bagi seluruh siswa termasuk mereka yang kurang pandai, bukan sarana persiapan ujian masuk universitas yang hanya menguntungkan murid pintar dan melupakan murid di peringkat bawah. Dengan berbekal tubuh mungil dan pengalaman mengajar selama 5 tahun, ia ditugasi sebagai wali kelas 2-2 yang siswanya merupakan kombinasi aneh murid-murid paling pintar, murid peringkat bawah, dan murid berandalan yang suka membuli. Ia adalah karakter guru yang akan meluruskan para siswanya, suatu formula wajib di drama yang sudah-sudah. Anehnya, di sini karakternya tidak membosankan. Ia bukan pewaris keluarga gangster yang jago bela diri seperti di Gokusen, atau mantan pramuria yang menjadi guru ala Misaki Number One yang punya banyak koneksi. Ia hanya seorang guru bertubuh mungil tanpa kekuatan fisik yang mengandalkan kepercayaan pada prinsip serta ketulusannya mendidik siswa. Karakter ini digambarkan sangat manusiawi, nyata. Jang Nara memainkannya dengan sangat baik. Di sini saya akui kemampuan aktingnya. Garis besar benang cerita Guru Jung adalah kerja kerasnya menghadapi siswa yang semaunya, orang tua siswa  yang memaksakan kehendak dan merasa paling benar, rekan guru yang berbeda pendapat, senior yang ketat mengawasi dan sangat tegas terhadap siswa, dan kepala sekolah yang menganggapnya tidak cukup handal dan sering membuat keputusan tanpa memikirkan sudut pandang siswa. Sekali lagi, interaksi-interaksi tersebut klise, tetapi tidak menimbulkan rasa bosan. Okelah, saya akui yang kepala sekolah dan orang tua siswa memang terlalu klise sehingga sering saya percepat bagian itu, hehe…
Daniel Choi memerankan Kang Se-chan, primadona tutor swasta sekaligus pemilik lembaga tutor elit yang hanya menerima murid dari sekolah-sekolah elit untuk dipersiapkan masuk ke universitas elit. Terlalu banyak kata ‘elit’ di sini. Tetapi memang demikian ceritanya, sampai-sampai peringkat satu Victory High Song Ha-kyeong harus memalsukan asal sekolahnya. Se-chan menjadi relawan untuk mengajar di almamaternya, Victory High, untuk menutupi  suatu skandal (sepertinya mengajar secara ilegal). Sebagai antagonis, karakter ini tidak sepenuhnya menyebalkan. Terkadang menyebalkan, tetapi sering juga ia menyebalkan karena argumennya benar dan logis. Meskipun tidak peduli dengan perasaan murid, sering mengkritik dan mendebat prinsip dan metode Guru Jung, Se-chan juga banyak membantu. Ia yang mengusulkan agar perwalian kelas bermasalah itu dipegang oleh dua guru secara bersamaan, sehingga Guru Jung tidak jadi dipecat. Plot Se-chan mengisahkan trauma yang dideritanya karena kurang memperhatikan seorang siswi bermasalah dan gagal menyelamatkan siswi tersebut dari usaha bunuh diri di sekolah. Betapa sesungguhnya sosok Guru Jung adalah gambaran guru ideal yang dulu ingin diwujudkannya. Karena peristiwa itu, Se-chan menarik garis batas antara dirinya dan para siswa, dengan memilih menjadi tutor swasta. Se-chan, meskipun tetap dengan caranya yang sarkastis itu, perlahan-lahan mulai menjalankan peran guru wali kelas, bukan sebatas tutor. Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik moral dan etika, mengarahkan, selalu berada di pihak siswa, dan memberikan dukungan moril.


 
Park Heung-su & Go Nam-sun

Para pemeran siswa di School 2013 sangat menjanjikan. Kim U-bin! Drama White Christmas pasti sudah cukup mematrikan aktor yang satu ini ke dalam otak. Ia adalah talenta besar yang akan bersinar sangat terang. Gentleman’s Dignity dan Vampire Idol mungkin saja tidak mampu mengangkatnya, tetapi School 2013 kian melambungkannya. Karakternya di School 2013 adalah jenis-jenis karakter yang akan ‘hidup’ di raga Kim U-bin: siswa tangguh. Ia memerankan Park Heung-su, seorang murid pindahan yang terlambat setahun dan terkenal gonta-ganti sekolah, atau istilahnya ‘school shopping’, karena sering terlibat perkelahian. Kakak perempuannya mengancam bunuh diri jika ia sampai harus pindah sekolah lagi. “Kamu harus lulus dari sekolah ini, atau aku mati!” begitu ancam kakaknya. Ia sangat membenci Go Nam-sun. Tetapi, belakangan diketahui bahwa saat SMP mereka berteman sangat dekat dan sama-sama menjadi anggota geng yang dipimpin Go Nam-sun. Untuk meraih cita-cita menjadi pesepak bola, ia ingin keluar dari geng. Aturan mereka mengharuskan siapa yang ingin keluar harus dibuat babak belur. Karena terlalu emosi, tanpa sengaja Go Nam-sun membuat kakinya patah dan sejak itu ia putus hubungan dengan sepak bola dan juga Go Nam-sun. Go Nam-sun sendiri putus sekolah dan mengurung diri karena rasa bersalah. Ia masuk SMA lewat ujian persamaan dan bertekad untuk tidak lagi berkelahi, bahkan sampai menjadi bulan-bulanan Oh Jeong-ho. Benang cerita antara keduanya mengisahkan sejarah pedih antara dua sahabat, pahit getir yang harus dilalui untuk saling mengetahui apa yang sebenarnya dirasakan setelah kejadian itu, tidak mudahnya proses berbaikan kembali, dan rasa pengertian guru-guru yang melakukan mediasi terselubung untuk mencairkan dinding es antara kedua anak itu termasuk di dalamnya seorang Kang Se-chan yang apatis dan 'Uhmforce' yang sangat tegas. Detail plot yang demikian menjadi keunikan School 2013. Seluruh karakter di sini digambarkan sangat manusiawi, tidak hitam putih, tetapi berwarna. Yah, kecuali Ibu Kepala Sekolah dan orang tua murid sampai taraf tertentu. Pendewasaan yang dialami masing-masing karakter terasa sangat halus dan alami. Setelah berbaikan, keduanya kembali menjadi sahabat yang kompak dan so sweet ^^. Contoh yang dimaksud dengan so sweet:
  1. Go Nam-sun memberikan hadiah sepatu yang sudah lama sudah disimpannya. Sepatu itu awalnya untuk Park Heung-su jika lolos ke liga nasional (atau semacamnya) sebelum tragedi dulu itu.
  2. Mereka terlambat sekolah bersama-sama.
  3. Nam-sun dan Heung-su mendapat tugas makan ramyun bersama setelah ketahuan memikirkan hal yang sama di kelas tambahan Guru Jung, dan harus memberikan bukti foto.
Pemeran utama dalam drama ini adalah Lee Jeong Seok sebagai Go Nam-sun. Satu-satunya drama di mana saya melihat Lee Jeong Seok adalah Secret Garden. Cukup satu peran figuran itu dan saya ingat wajahnya, saya tahu ia akan bisa berakting dengan bagus. Banyak artikel memuji aktingnya dalam sitcom waralaba “Highkick” yang ketiga. School 2013 adalah bukti otentik bahwa pujian itu tidak mengada-ada.


Trio Oh Jeong-ho, Lee Ji-hun, Lee Yi-kyeong

Busur alur berikutnya adalah Oh Jeong-ho. Ia mem-buli teman-temannya seolah ia pejantan alfa pemimpin kawanan yang kehendaknya harus selalu dituruti. Oh Jeong-ho banyak melakukan hal yang membuat gigi bergemeretak. Sampai-sampai tangan mengepal ingin meninju layar setiap kali karakter ini muncul. Meskipun begitu, ia ternyata juga punya masalah di rumah. Ayahnya penjudi dan pemabuk dan setiap di rumah selalu memukulinya. Plot tentang Oh Jeong-ho sebagian besar terkait dengan Guru Jung yang ingin mempertahankannya di sekolah, Park Heung-su dan Go Nam-sun yang dianggap pesaing, serta dua sahabat setianya Lee Yi-kyeong dan Lee Ji-hun. Dua karakter ini termasuk oke, saya suka mereka terus berusaha mempertahankan sahabatnya untuk tidak melenceng terlalu jauh. Lee Ji-hun mewakili siswa yang berkemauan keras ingin memperbaiki diri dan menatap masa depan. Oh Jeong-ho adalah karakter yang beruntung memiliki kedua karakter itu sebagai temannya, dan tidak beruntung karena memiliki karakter ayah yang demikian.
Secara psikologis, memang ada kecenderungan korban buli akan membuli orang lain yang lebih lemah, tetapi terdapat kemungkinan sebaliknya. Sayangnya hal ini kurang dieksplorasi untuk karakter Oh Jeong-ho. Misalnya, pertentangan hati saat mem-buli temannya, rasa bersalah setiap kali melakukan hal itu, atau setidaknya alasan mengapa ia memilih melampiaskan penderitaannya dengan melakukan bullying juga bukan memeranginya, mengapa ia memilih menjadi kaki tangan sebuah geng preman, dsb. Harus diakui karakter ini sedikit kurang detail dibandingkan lainnya, meskipun pemerannya patut diberi acungan jempol atas usahanya. Ia sukses membuat karakter ini sangat menyebalkan, sekaligus melegakan ketika ia mau mengakui kesalahan dan kekalahan. Kwak Jeong-uk yang memerankan Oh Jeong-ho juga bermain di White Christmas bersama Kim U-bin. Di drama itu ia memerankan siswa dengan pendengaran kurang yang kerap dibuli, tetapi selalu berusaha melawan.

 Song Ha-kyeong & Lee Kang-ju

Park Se-young berperan sangat baik sebagai Ratu Noguk di drama Faith. Karakter Song Ha-kyeong di School 2013 tidak jauh berbeda, hanya sifat judes-nya yang sangat minim di Faith dinaikkan hingga tiga perempat maksimum. Cerita Song Ha-kyeong mencakup perubahnnya dari penggila belajar menjadi seorang yang memperhatikan orang lain juga. Ia memiliki beban mental karena seluruh keluarganya adalah lulusan Seoul University. Meskipun tidak pernah diutarakan, ia tahu keluarganya mengharapkan ia meneruskan tradisi keluarga masuk ke universitas itu. Di sini Song Ha-kyeong belajar untuk mengutamakan persahabatan di atas ambisi pribadinya. Ia ‘memberontak’ dari tekanan ibunya demi teman-temannya. Drama School 2013 banyak mengajarkan kita berbuat sesuatu untuk teman, bahkan dari hal yang kecil.

Masih ada beberapa alur minor yang penting. Sayang artikel ini sudah terlalu panjang. Ensemble cast seperti yang diterapkan School 2013 ini adalah favorit saya. Cerita tidak hanya memiliki satu fokus, tetapi masing-masing fokus sangat jelas,  dan alur menuju fokus saling terkait rapi saling mempengaruhi. Sejauh ini, drama lain yang menerapkan pola ensemble cast  yang pernah saya temui adalah FBRS, Shut Up! Flower Boy Band, dan Thank You. Dan yang terbaik: School 2013.

Sebelum saya lupa, drama ini sangat detail dalam hal latar belakang. Jika sempat, perhatikanlah siswa-siswa pemeran figuran yang bercanda ria di belakang tokoh utama. Banyak adegan-adegan yang mengacu pada tren remaja di Korsel saat itu. Beberapa yang saya ingat adalah nametag ala Running Man, pose khas Infinity Challenge, dan sepertinya ada juga referensi kecil mengenai idola-idola K-Pop yang tengah naik daun.

Semangat Sekolah! ^^

 

Catatan:
SS*: murid putri mengenakan rok di atas lutut
VA**: ada adegan pemukulan tangan kosong, menggunakan  tongkat atau batu, sebagian hanya ditampilkan dampaknya (kaca pecah atau luka-luka); adegan kejar-mengejar; adegan parkour (lompat dari atap gedung lantai 3 memanfaatkan detail bangunan)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar